Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menargetkan percepatan sertifikasi seluruh lahan di Indonesia hingga 2025 nanti. Hal ini akan dimulai dengan meningkatkan target sertifikasi pada 2017 sebanyak lima juta bidang tanah.
Pada 2016 ini target legalisasi aset melalui Proyek Operasi Nasional Agraria atau Prona mencapai 1.064.151 bidang tanah. Untuk itu, target 2017 akan dinaikan lima kali lipat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengatakan peningkatan target sertifikasi akan terus dijalankan. Pada 2018 target sertifikasi akan menjadi tujuh juta bidang tanah, 2019 menjadi sembilan juta dan seterusnya.
“Kantor kita sekarang dituntut oleh pemerintah untuk bekerja bukan lagi business as usual. Ini pekerjaan besar, kita harus bisa mencari solusi yang tidak konvensional agar bisa dikerjakan. Apapun akan diubah secepatnya guna mencapai target tersebut," katanya dalam siaran pers, Kamis (20/10/2016).
Sofyan menambahkan jika diperlukan perubahan Peraturan Pemerintah atau PP, pihaknya menjanjikan akan segera merevisi. Demikian juga perubahan Peraturan Menteri atau Permen jika perlu diubah, Sofyan berjanji akan siap melakukannya dengan cepat.
Sofyan mengatakan dirinya baru saja mendampingi Presiden Joko Widodo dalam penyerahan sertifikat tanah program strategis 2016 di Gunung Kidul sebanyak 2.583 bidang tanah, di Surakarta sebanyak 2.515 bidang tanah, dan di Minahasa Utara sebanyak 1.081 bidang tanah.
Menurutnya, Presiden juga akan siap mendukung apa yang dibutuhkan untuk mencapai target yang ditentukan dalam Prona.
Menyadari adanya keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang selama ini menjadi sumber biaya sertifikasi, Sofyan pun meminta Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan setempat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.
“Bicara dengan bupati, wali kota dan gubernur supaya dapat dialokasikan juga APBD untuk sertifikasi,” katanya.
Sofyan mencontoh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyisihkan anggaran untuk percepatan sertifikasi di wilayahnya, demikian juga dengan Pemerintah Kota Surabaya yang turut mengandeng perusahaan swasta melalui mekanisme program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).
Bahkan di Boyolali, lanjut Sofyan, 40% sertifikat 'disekolahkan' ke bank untuk modal, hal ini sangat penting mengurangi kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.
Selanjutnya Kementerian ATR/BPN juga akan berbicara dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa juga dapat dialokasikan untuk sertifikasi tanah di desa-desa. “Tanpa sertifikat masyarakat pergi ke rentenir karena tidak mempunyai jaminan."
Tak hanya itu, ke depan Kementerian ATR/BPN segera mengadakan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia agar didapat kesepahaman tentang penyelesaian masalah pertanahan.
“Jangan administrasi dikriminalkan. Selama bekerja secara benar tidak perlu takut. Nanti akan ada kesamaan komunikasi dan Presiden sudah setuju,” tambahnya.
Sofyan pun akan mengupayakan nantinya MoU tersebut akan menghasilkan adanya pedoman layaknya Wikipedia untuk menyamakan persepsi tentang masalah pertanahan terutama terkait tanah negara dan kawasan hutan.