Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Gas bagi Industri, Dua Kementerian Lakukan Harmonisasi

Kementerian Perindustrian tengah melakukan harmonisasi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan besaran harga gas bagi industri.
Aktivitas di sebuah pabrik. Presiden Joko Widodo menginstruksikan harga gas industri tidak lebih dari US$6 per MMBtu./Reuters-Supri
Aktivitas di sebuah pabrik. Presiden Joko Widodo menginstruksikan harga gas industri tidak lebih dari US$6 per MMBtu./Reuters-Supri

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian tengah melakukan harmonisasi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan besaran harga gas bagi industri.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan institusinya tengah melakukan harmonisasi sebagai tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko Widodo untuk menetapkan harga gas industri tidak lebih dari US$6 per MMBtu.

“Kami lagi lihat harmonisasi formula antara Kementerian Perindustrian dan ESDM. Formulanya sudah ketemu dan sudah sama. Sama-sama harus bersaing,” ujarnya di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada Senin (17/10/2016).

Dia menekankan khusus untuk lima industri, yaitu industri pupuk, baja, petrokimia, kaca, dan keramik mutlak butuh harga gas kompetitif sesuai dengan Perpres No.40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Airlangga belum bisa menyebutkan besaran dari harga gas yang berlaku bagi industri. Menurutnya, pemberlakuan harga gas akan berbeda setiap daerahnya tergantung dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

“Tinggal nanti formulasi harga gas bisa dicapai besarannya dan lokasinya. Di Sumatra, Sulawesi, Papua, dan Jawa bisa berapa. Estimasi besarannya ada, tapi kami harus lihat sumber KKKS-nya, kira-kira di bawah US$6 per MMBtu,” ujar Menperin.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan sempat mempertimbangkan opsi untuk melakukan impor gas sebagai subtitusi gas dalam negeri yang tidak kompetitif.

Namun, gas produksi dalam negeri sebenarnya lebih banyak diekspor.Merespon hal tersebut Airlangga belum bisa memberikan kepastian bahwa opsi impor gas lebih baik ketimbang memanfaatkan gas dalam negeri.

“Fasilitas regasifikasi di Aceh sudah ada, jadi misalkan harga dari Tangguh bisa bersaing dengan harga impor tentu Tangguh diberikan, tapi kalau yang lain (impor) bisa lebih murah ya nanti akan dibuka (impornya),” kata Luhut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper