Bisnis.com, JAKARTA - Konsultan properti PT Jones Lang LaSalle memproyeksikan harga sewa perkantoran Jakarta akan tetap stabil dalam tiga tahun ke depan dan baru akan menunjukkan tren meningkat pada 2020.
Kepala Riset JLL Indonesia James Taylor mengatakan, riset JLL menunjukkan permintaan terhadap ruang perkantoran menunjukkan korelasi yang konsisten dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan.
Permintaan terhadap ruang perkantoran tertekan sangat dalam sejak 2014 lalu seiring pertumbuhan ekonomi yang mulai melambat di level di bawah 5%. Di sisi lain, pasokan ruang perkantoran di kawasan pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta tahun ini menyentuh rekor baru dengan total lebih dari 600.000 m2.
Alhasil, tuturnya, harga sewa turun makin signifikan tahun ini dan akan berlanjut cukup lama. Harga sewa perkantoran untuk kelas premium dan kelas A telah mulai menurun sejak awal 2015, sementara kelas B dan C sejak itu menunjukkan tren stabil dan cenderung melemah.
“Harga sewa akan bertahan beberapa tahun ke depan dengan tidak bergerak, khususnya untuk kelas premium dan kelas A. Kami melihat, siklusnya akan pelan-pelan mulai meningkat lagi pada 2020 saat permintaan kembali stabil,” katanya, dikutip Senin (10/10/2016).
JLL mencatat, harga sewa perkantoran kelas A telah tumbuh hingga 283% pada periode antara akhir 2010 hingga awal 2015 lalu. Sejak itu, harga sewa kelas A di CBD konsisten turun rata-rata sekitar 2,5% per kuartal.
Penurunan harga di CBD ini turut diikuti juga oleh perkantoran di kawasan non-CBD, sebab harga sewa di CBD selalu menjadi acuan bagi para pemilik gedung kantor dalam menyesuaikan harga sewanya.
Kini harga sewa kotor perkantoran CBD rata-rata sekitar Rp297.729 per m2/bulan, sedangkan untuk non CBD mencapai Rp181.756 per m2/bulan.
Saat ini, total pasokan kantor di CBD mencapai 5,3 juta m2 dengan okupansi 84%. Perkantoran kelas A dan kelas premium mengalami tingkat keterisian terendah, yakni masing-masing 72% dan 79%. Hal ini seiring dengan pasokan baru yang memang lebih banyak berasal dari kedua kelas tersebut.
Sementara itu, total pasokan di non-CBD mencapai 2,4 juta m2 dengan okupansi 79%. Okupansi terlemah berada di kawasan Jakarta Utara dan koridor TB Simatupang. Pelemahan erat terkait dengan aksi relokasi penyewa ke CBD dan juga pelemahan secara umum dari sektor logistik serta minyak dan gas.
Secara umum, permintaan terkuat terhadap perkantoran Jakarta didominasi oleh sektor teknologi informasi dan e-commerce serta sektor jasa.
Sementara itu, permintaan dari sektor bank dan lembaga keuangan lainnya masih tergolong cukup sehat. Akan tetapi, sektor minyak, gas, pertambagan dan industri-industri turunannya masih menunjukkan tren pemelahanan.
James mengatakan secara umum di kuartal ketiga tahun ini, permintaan terhadap ruang perkantoran telah mulai meningkat. Akan tetapi, tingkat permintaan tersebut belum dapat mengimbangi pertumbuhan pasokan baru perkantoran.