Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Janji akan Turunkan Harga Gas, Pemerintah Ternyata Masih Cari Cara

Pemerintah masih mencari cara untuk menurunkan harga gas di hulu dan hilir agar bisa terserap oleh industri berbasis gas.
Jaringan pipa gas/Ilustrasi
Jaringan pipa gas/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih mencari cara untuk menurunkan harga gas di hulu dan hilir agar bisa terserap oleh industri berbasis gas.

Direktur Pembinaan Program Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono Adi mengatakan agar bisa menurunkan harga gas menjadi US$5 hingga US$6 per million metric British thermal unit (MMbtu) di tingkat pengguna akhir, pihaknya harus melihat ulang struktur pembentuk harga gas dari hulu hingga hilir.

Adapun, bila hanya menggunakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas penjualan gas, dia menilai penurunan harga tetap belum maksimal.

Sebagai gambaran, dia menyebut total volume gas yang dijual dengan harga di atas US$4 per MMbtu sebesar 1.799 juta kaki kubik per hari (million metric standard cubic feet per day/MMscfd) yang berasal dari 53 perjanjian jual beli gas (PJBG).

Berdasarkan asumsi pemberian kompensasi dari PNBP, Agus menjelaskan harga gas hanya turun sebesar US$0,8 per MMbtu dengan nilai PNBP sebesar US$3,5 miliar. Sementara itu, harga gas rata-rata dari PJBG tersebut sebesar US$5,94 per MMbtu. Artinya, harga gas maksimum yang diperoleh dari skema pengurangan PNBP sebesar US$5,1 per MMbtu.

"Nanti kalau PNBP dikurangi, maksimum hanya jadi dikurangi US$0,8," ujarnya dalam acara seminar Penurunan Harga Gas Industri untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Jakarta, Kamis (6/10/2016).

Agar bisa menurunkan harga lebih banyak, tutur Agus, biaya kegiatan di hulu perlu ditekan. Sebagai contoh, dia menyebut efisiensi biaya operasi. Pihaknya pun merunut kembali struktur biaya dari tiap kontrak bagi produksi (production sharing contract/PSC).

Saat ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih menghitung PSC mana yang memungkinkan adanya penurunan seperti proyek-proyek yang sudah melampaui masa keekonomiannya.

Dalam kurun 1,5 bulan, diharapkan proses perhitungan struktur biaya yang bisa dieliminasi bisa dikonversi menjadi pengurangan harga gas. "Ini SKK ditugaskan efisiensi dari cost recovery. [Perhitungannya] belum final, dalam 1,5 bulan [harus] merumuskan [penurunan harganya] itu berapa," katanya.

Di sisi lain, dia menginginkan agar bagian kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tak tereduksi. Menurutnya, secara intensif, Pemerintah dan KKKS melalui Indonesian Petroleum Association (IPA) masih berkomunikasi untuk menurunkan biaya di hulu. Pasalnya, tekanan harga minyak murah pun membuat investasi hulu lesu. "Sedang kami hitung, sedang kami komunikasikan dengan IPA," katanya.

Meski begitu, dia menyebut belum memiliki gambaran berapa penerimaan negara yang terkoreksi. Selain mengurangi biaya di hulu, pihaknya akan mengurangi dana bagi hasil (DBH) untuk daerah lokasi wilayah kerja.

ATUR MARGIN

Di sisi hilir, pihaknya mengatur margin biaya pelaku usaha distribusi gas. Menurutnya, pemerintah perlu mengatur margin wajar yang didasarkan atas volume gas yang dihantarkan juga panjang pipa.

Sebagai solusinya, pemerintah akan merevisi Peraturan Menteri ESDM No.19/2009 dengan menerapkan pengaturan biaya dari belanja modal (capital expenditure/capex), belanja operasi (operating expenditure/opex), pajak, iuran dan rasio pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) infrastruktur. Pemerintah mengusulkan margin badan usaha niaga gas sebesar 10% dari harga gas di hulu.

Lalu, formula harga gas dihitung ulang dengan memasukkan beberapa variabel. Menurutnya, harga gas pipa tak hanya perlu memasukkan formula harga minyak. Hal ini karena, harga gas pipa akan menetapkan formula baru yang bisa mengakomodasi penaikan dan penurunan harga minyak. Formula hybrid, katanya, akan menjadi jalan tengah penyelesaian masalah harga gas.

"Dengan hybrid itu adalah suatu jalan tengah karena kalau langsung connect sama harga minyak, itu kan saat [harga minyak] rendah, [harga gas pipa] rendah banget," katanya.

Terkait keberadaan trader yang menambah rantai pasok semakin panjang, dia menyebut akan menghapus trader yang tak memiliki komitmen terhadap pengguna akhir dan tak memilki infrastruktur.

Berdasarkan arahan Menteri Koodinator Bisang Perekonomian Darmin Nasution amanat dalam Peraturan Menteri No.6/2016, harus direvisi karena memberi tenggat terlalu lama yakni dua tahun bagi trader memenuhi persyaratan guna mendapat alokasi sehingga pada 1 Januari 2017 semua trader yang tak berinfrastruktur tak mendapat alokasi.

"Dia (Menko Perekonomian) minta aturan itu direvisi, per 1 Januari 2017, enggak ada lagi trader bertingkat," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper