Bisnis.com, JAKARTA-Roadmap atau peta jalan dan kebijakan pemanfatan gambut harus berbasis ilmu pengetahuan sehingga perlu ditetapkan batas pemanfaatan gambut untuk budidaya dan konservasi agak tidak menimbulkan kebingungan. Penetapan areal pemanfaatan gambut di Indonesia tersebut juga harus berdasarkan data, fakta, dan kebenaran.
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto mengingatkan dalam menetapkan keputusa itu, kepentingan pusat, daerah, masyarakat, dan korporasi harus dilihat secara komprehensif.
“Jangan sampai karena fragmentasi daerah administrasi lalu kepentingan nasional terabaikan,” katanya di Jakarta, Rabu (5/10).
Menurut Herry masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan pemanfaatan gambut. Bahkan ada kota yang dibangun di atas gambut. Hanya saja, pemanfaatan gambut untuk budidaya harus dijaga agar tidak terbakar.
Salah satu pencegahan lahan gambut dari ancaman kebakaran adalah dengan tata kelola air atau water management yang ketat dan dispilin agar dapat menjaga gambut dari berbagai kerusakan.
Herry mengatakan, gambut merupakan sumber daya alam yang luar biasa. Kalau tidak dikelola dengan baik, bisa oleh manusia atau karena faktor alam menjadi bencana. Karena itu, perlu pengelolaan yang benar dengan sistim pengelolaan berkelanjutan. “Jadi perlu ada syarat dalam pemanfatan gambut. Masalahnya, sering kita mengambil satu hal saja sebagai kebenaran, tetapi mengabaikanpendapat lain.”
Herry menambahkan perbedaan cara pandang dalam dunia akademisi merupakan hal lumrah. Namun, jika terjadi perbedaan cara pandang akademisi dalam berbagai persepektif, harus dikembalikan kepada data, fakta dan kebenaran.
“Setiap keputusan harus berbasis pada ilmu pengetahuan dan kebenaran serta komprehensif. Sebaiknya, akademisi tidak hanya berpikir hanya untuk satu kepentingan jangka pendek tetapi harus berpikir untuk kepentingan nasional jangka panjang. “
Selain itu, ilmu pengetahuan harus jadi rujukan utama dalam perumusan kebijakan. Setelah itu harus diturunkan dalam kebijakan-kebijakan yang memastikan peran semua pihak secara komprehensif.
Adapun, Direktur Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dodik Ridho Nurrochmat mengatakan, Indonesia perlu memperkuat kerja sama yang efektif antara kehutanan, lingkungan, dan ilmuwan.
“Isu utama adalah science sociality policy. Jadi bagaimana kita berharap ke depannya kebijakan-kebijakan di sektor agro industri harus berbasis ilmu pengetahuan,” kata Dodiek pada IUFRO International and Multidisciplinary Scientific Conference di IPB International Convention Center, Bogor yang diadakan pada 4-7 Oktober 2016.
Menurut Dodik, saat ini penetapan kebijakan hanya menonjol dari kepentingan politik. Ilmu pengetahuan, terlibat hanya pada saat proses pengambilan kebijakan. “Kedepan kita mengharapkan politik juga mendengarkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam berbagai kebijakan.