Bisnis.com JAKARTA – Pelaku industri karet hilir mendesak pemerintah untuk menggunakan rubber seal ber-SNI karena pemakaian di lapangan masih sangat rendah.
Ketua Asosiasi Karet Hilir Indonesia (Akahi) M. Sujito mengatakan kebanyakan stasiun pengisian bulk elpiji (SPBE) tidak meggunakan rubber seal yang ber-SNI.
Dia khawatir jika para SPBE memakai rubber seal yang kualitasnya tidak memenuhi SNI, akan menimbulkan risiko ledakan.
“Rubber seal ini SNI wajib sejak 2012, ternyata sampai sekarang tidak dipenuhi oleh penggunanya. Pemakaian mungkin kurang dari 1%, jadi SNI seperti tidak ada gunanya,” katanya kepada Bisnis, Selasa (20/9).
Produsen komponen katup gas atau valve, lanjutnya, selalu menyertakan rubber seal SNI untuk produknya yang dibeli oleh Pertamina, tetapi setelah diisi oleh SPBE seringkali sudah tidak ber-SNI.
Menurutnya, Pertamina bertanggung jawab dalam pengawasan pemakaian rubber seal yang dilakukan oleh SPBE.
Jito menyebutkan terjadi 2,1 miliar pengisian gas elpiji pada 2013 dengan kebutuhan rubber seal mencapai 700 juta pieces. Menurut perkiraannya, jumlah pengisian elpiji sudah di atas 3 miliar pada tahun ini.
Namun, masalahnya saat ini produsen rubber seal yang memegang sertifikat produk penggunaan tanda SNI (SPPT SNI) hanya ada tujuh perusahaan. Karena itu, dia menduga ada kekurangan suplai rubber seal sehingga rubber seal non-SNI marak.
Kendati demikian, dia berharap ada ketegasan dari pemerintah agar memastikan rubber seal yang digunakan oleh SPBE merupakan produk SNI guna meningkatkan keamanan bagi konsumen.
“Satu tabung elpiji hanya menggunakan satu rubber seal, harganya tidak seberapa yaitu sekitar Rp130 per pieces. Katakanlah yang non-SNI tiga kali isi lalu dibuang, tapi pakai SNI bisa lebih awet sehingga biaya lebih hemat,” katanya.