Bisnis.com, JAKARTA – Pembentukan daerah yang menjadi tax haven atau offshore financial center (OFC) kembali berhembus. Langkah ini disebut-sebut sebagai salah satu alternatif kebijakan lanjutan jika eksekusi repatriasi dalam kebijakan pengampunan pajak tidak berhasil.
M Haniv, Kepala Kanwil DJP Jakarta, menduga selain karena persoalan penyelesaian administrasi dan menguatkan keyakinan terkait keamanan data, masih seretnya realisasi skema repatriasi dikarenakan banyak masyarakat kaya yang selama ini memarkir dananya di luar negeri tetap ingin identitasnya disembunyikan.
“Memang banyak instrumen keuangan yang sudah disiapkan, tetapi orang-orang yang sudah kaya itu cenderung [ingin tetap] menyembunyikan namanya. Jadi mereka mau instrumen investasi keuangan yang namanya enggak tersebut,” katanya, Selasa (23/8/2016).
Sejauh ini, dalam instrumen investasi terutama di sektor keuangan yang sudah dibuka dalam kebijakan pengampunan pajak tetap mencantumkan nama investor. Sementara, di daerah tax haven, pencantuman nama dan identitas itu tidak ada.
Dia mengakui dengan adanya pembentukan OFC ini, dana yang masuk tidak bisa dijadikan sebagai tax based karena tidak terdeteksi identitasnya. Namun, jika rencana ini dieksekusi, dana yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur akan muncul sebagai tax based baru.
Pihaknya mengaku segala rencana ini masih menjadi kajian pemerintah. Namun, pihaknya menyatakan ekseksuinya bisa jadi menunggu perkembangan realisasi dari tax amnesty khususnya hingga akhir periode I, sekitar akhir September 2016.
“Sampai akhir September ini masih kita lihat seperti apa hasilnya. Kalau sudah kita kasih [instrumen yang ada] ternyata enggak masuk-masuk, mungkin perlu diberikan kebijakan khusus. Kita akan lebih dinamis, terpaksa kita melakukan itu,” ujarnya.
Pasalnya, di dalam perekonomian dunia saat ini, perang investasi sedang terjadi sehingga Indonesia tidak bisa lengah menciptakan peluang agar pemilik dana – meskipun tanpa tercantum namanya – tetap masuk ke Tanah Air.