Bisnis.com, JAKARTA – Perkiraan shortfall, selisih antara realisasi dan target, penerimaan negara terutama dari perpajakan tahun ini bisa melebar hingga sekitar Rp238,4 triliun.
Hal ini tersirat dari basis yang digunakan pemerintah menentukan target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2017. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan target penerimaan perpajakan Rp1.495,9 triliun memang lebih rendah sekitar 2,8% dari target dalam APBNP 2016 senilai Rp1.539,2 triliun.
Namun, pihaknya menegaskan target tahun depan tersebut tetap mengalami kenaikan sekitar 13%-15% jika dibandingkan estimasi realiasi penerimaan tahun ini. Apalagi, belum lama setelah menjabat sebagai Menteri Keuangan, pihaknya mengestimasi shortfall senilai Rp219 triliun.
“Itu masih tumbuh 13%-15% tergantung realisasi 2016. Kalau 2016 optimistis, tumbuhnya 13%. Kalau agak pesimistis, kemungkinan kita akan menggenjot 15% pertumbuhan [penerimaan perpajakan] tahun depan,” ujarnya, Rabu (17/8/2016).
Hasil hitungan Bisnis, jika menggunakan pertumbuhan 13%, shortfall sekitar Rp219 triliun sesuai yang diestimasi pemerintah. Namun, jika menggunakan asumsi pertumbuhan 15%, shortfall sekitar Rp238,4 triliun.
Estimasi itu, menurut Sri, juga berlaku pada penerimaan pajak nonmigas yang menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak (DJP). Sekadar mengingatkan, pada tahun lalu, DJP mencatatkan rekor shortfall Rp233,5 triliun.
Hingga akhir tahun, pihaknya masih berharap dari kebijakan tax amnesty yang terus berjalan. Namun, dia juga mengaku tetap terus memantau segala pergerakan realisasi penerimaan negara dari kebijakan ini terutama hingga akhir September, berakhirnya periode I.
Dalam dashboard amnesti pajak, hingga Kamis (18/8) pukul 19.30 WIB, realisasi penerimaan negara dari uang tebusan baru mencapai Rp629,6 miliar atau sekitar 0,4% dari target yang dipatok pemerintah senilai Rp165 triliun.
Capaian penerimaan negara itu berasal dari 5.767 surat pernyataan dengan nilai total harta yang dideklarasikan senilai Rp34 triliun. Dari jumlah tersebut, porsi nilai harta hasil repatrasi masih sangat rendah yakni senilai Rp1,2 triliun atau hanya 4%. Porsi terbesar yakni deklarasi dalam negeri senilai Rp28,7 triliun atau 84%. Sisanya, yakni 12% merupakan deklarasi harta luar negeri.
“Akhir September kita lihat dan baru bisa melakukan assessment untuk langkah ke depan. Intinya langkah ke depan kita tetap berhati-hati agar tidak merusak ekonomi dan confident,” ujarnya.