Bisnis.com, JAKARTA – Seluruh warga negara Indonesia, tak terkecuali pegawai Kementerian Keuangan diminta untuk memanfaatkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.
Mardiasmo, Wakil Menteri Keuangan mengatakan jika ada pegawai Kementerian Keuangan yang belum melaporkan harta dan penghasilannya dengan benar, pihaknya mendukung agar tidak ragu langsung mengikuti tax amnesty.
“Saya ingin Bapak atau Ibu sendiri mengikuti amnesti pajak, barangkali ada yang belum dilaporkan? Siapa tahu? Karena dijamin rahasianya,” ujarnya saat menyosialisasikan kebijakan ini kepada pegawai Kemenkeu di Aula Djuanda I, Jumat (12/8/2016).
Dalam informasi yang berada di laman resmi Kemenkeu, Mardiasmo juga meminta agar kebijakan tersebut dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Setelah itu, pegawai Kemenkeu juga diminta mengajak partisipasi orang lain, mulai dari kerabat terdekat.
Dalam Undang-undang (UU) No. 11/2016 tentang Pengampunan Pajak memang disebutkan setiap wajib pajak (WP) berhak mendapatkan tax amnesty. Namun, dalam Pasal 3 payung hukum tersebut, ada tiga kondisi WP yang tidak boleh mengikutinya.
Pertama, WP yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Kedua, WP yang sedang dalam proses peradilan. Ketiga, WP yang menjalani hukuman pidana. Ketiga kondisi itu terjadi atas tindak pidana di bidang perpajakan.
Agar bisa mengajak pihak lain atau kerabat untuk ikut tax amnesty, Mardiasmo meminta agar ada pemahaman yang baik. Pemahaman terkait hal-hal teknis hingga manfaat kebijakan secara besar untuk pembangunan menjadi poin penting untuk mendukung keberhasilan tax amnesty.
“Bapak Ibu harus tahu bagaimana mengisi Surat Pernyataan Harta dan digunakan apa, supaya ada keyakinan dari para investor atau Wajib Pajak. Jadi, Bapak Ibu bisa menyarankan untuk apa penggunaannya,” tuturnya.
Dalam dashboard amnesti pajak, hingga Jumat (12/8/2016) pukul 15.30 WIB, realisasi penerimaan negara dari uang tebusan baru mencapai Rp451,95 miliar atau sekitar 0,3% dari target yang dipatok pemerintah senilai Rp165 triliun.
Capaian penerimaan negara itu berasal dari 3.220 surat pernyataan (SP) dengan nilai total harta yang dideklarasikan senilai Rp22,3 triliun. Mayoritas harta tersebut atau sekitar 86% berasal dari deklarasi dalam negeri. Sisanya, deklarasi luar negeri dan repatriasi masing-masing 10% dan 4%.