Bisnis.com, BANDUNG - Petani di Jawa Barat meminta pemerintah segera memetakan potensi di beberapa wilayah untuk pembuatan embung atau tandon air guna pengairan lahan pertanian.
Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja mengatakan saat ini keberadaan embung diperlukan untuk mengatasi lahan tadah hujan saat musim kemarau.
Dia menyebutkan beberapa daerah pertanian di Jabar mayoritasnya berupa lahan tadah hujan seperti Kabupaten Indramayu yang menjadi penghasil padi terbesar di Jabar. Oleh karena itu, keberadaan embung sangat diperlukan untuk lahan pertanian yang tidak terlewati jaringan irigasi.
"Waduk Jatigede misalnya tidak akan mengairi seluruhnya kawasan Indramayu, jadi tetap harus ada embung sebagai penampung air," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (8/8/2016).
Pembuatan embung tersebut sebenarnya sudah diwacanakan sejak 2003, namun hingga kini belum ada realisasinya akibat belum adanya rancangan khusus pembuatan embung.
Menurutnya, saat ini waktu yang tepat bagi pemerintah untuk membuat grand design embung di sejumlah daerah agar ancaman kekeringan di lahan tadah hujan bisa diatasi.
"Teknologi embung atau tandon air merupakan salah satu pilihan rasional karena teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau oleh petani," tegasnya.
Selain memberikan manfaat bagi pengairan lahan pertanian, embung juga bisa dijadikan sebagai tempat beternak perikanan air tawar, seperti ikan mas, gurame, hingga lele. "Ikan juga sebagai pengontrol kualitas air, apakah air yang ada di embung masih bagus atau tidak," katanya.
Sementara itu, pembuatan embung di Kawasan Cieunteung, Kabupaten Bandung masih dalam tahap pembebasan lahan. Proses kontruksi diperkirakan baru dapat dilakukan 2017 mendatang, setelah pembebasan lahan selesai.
"Danau buatan Cieunteung sudah masuk dalam revisi tata ruang wilayah Kabupaten Bandung. Sekarang sedang dalam proses pembebasan lahan," ucap Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa.
Rencana pembangunan danau buatan atau embung Cieunteung adalah salah satu upaya yang dilakukan pemerintah demi menyelesaikan permasalahan banjir yang tiap tahun menerjang kawasan Bandung selatan.
Untuk membangun danau buatan tersebut dibutuhkan lahan dengan luas sekitar tujuh hektar. Kurang lebih ada sebanyak 200 kepala keluarga yang lahannya akan dibebaskan.
"Sekarang [di lapangan] sedang dalam proses pembayaran. Diharapkan tahun ini (pembebasan lahan) selesai terus dilanjutkan detail engginering desain (DED), dan 2017 kontruksi," katanya.
Terpisah, pemerintah didesak segera membuat kebijakan yang bisa mengintervensi perbaikan sistem dan fungsi irigasi yang tingkat kerusakannya semakin parah. Di Kab Bandung, lebih dari 50% jaringan irigasi mengalami kerusakan.
Pendiri Promotor Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani (Proksidatani) Kabupaten Bandung, Saeful Bahri mengatakan, sejak republik ini berdiri tidak ada pelebaran irigasi dan penambahannya.
"Ini yang jomplang antara pembangunan irigasi dan jalan. Dalam rangka kedaulatan pangan, tapi irigasi tidak dibenahi padahal tanaman ini membutuhkan air dan irigasi ini yang bisa mengalirkan air," katanya.
Menurutnya, pembahasan irigasi tidak akan pernah lepas dari kualitas air, jaringan, debit air dan pemanfaatan air. Soal kualitas air irigasi semakin hari menurun. Seiring dengan banyak pabrik yang membuang limbah ke daerah irigasi. Termasuk kotoran ternak, rumah tangga juga masuk irigasi. Seiring bertambahnya penduduk dan populasi ternak.
Oleh karenanya kualitas irigasi semakin rusak. Akhirnya, air irigasi untuk mengairi air ke tanaman pertanian semakin terganggu. Selain itu, soal debit yang mengalirkan air dari hulu ke hilir.
"Seiring kerusakan hutan sehingga akibatnya air yang tertampung dan teresap mengalir ke irigasi berkurang. Banyak di daerah irigasi hulu panen maksimal dua sampai tiga kali panen. Tetapi dihilir tidak bisa panen atau hanya sekali panen padahal daerah irigasi teknis," ujarnya.
Debit air juga terjadi penurunan karena kebocoran irigasi. Akhirnya air terbuang. Ketika di hulu bisa 5 liter per detik di hilir bisa 1 liter per detik. Karena terjadi kebocoran atau sedimentasi.
Dia menyampaikan jaringan irigasi tingkat kerusakannya makin parah terutama di irigasi yang bersinggungan dengan sungai. Irigasi yang ada di daerah terjal seperti pegunungan tebing terjal dan rawan longsor.
"Di daerah perkotaan, irigasi dibenteng untuk jalan sehingga irigasi rusak. Irigasi rusak juga akibat terlalu jomplang antara panjang irigasi dengan dana yang dikucurkan. Dulu, kebutuhan irigasi Rp40 miliar dialokasikan Rp9 miliar," ucapnya.
Setiap hari kebutuhan dana perbaikan irigasi akan semakin membengkak seiring dengan pembiayaan yang lebih tinggi. Perbaikan irigasi juga terjadi akibat penyempitan jalan dan lain sebagainya.
"Total kerusakan irigasi di Kab Bandung lebih dari 50%. Tapi itu data lama bisa saja bertambah. Sebagian besar rusaklah pada intinya," ujarnya.
Selain itu, pemanfaatan irigasipun harus dikritisi. Karena kenyataannya di tingkat petani ada kesalahan pemanfaatan teknologi dalam hal air. Petani ini selalu senang kalau sawahnya digenangi air. Seharusnya ada saatnya digenangi air dan tidak. (k6/k29/k57)