Bisnis.com, JAKARTA – Peningkatan masa hukuman penjara dan denda diyakini dapat mempersempit ruang gerak aktivitas perdagangan tanaman dan satwa yang dilindungi.
Saat ini Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah tengah menyusun revisi UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Salah satu klausul dalam draf beleid anyar adalah memperberat hukuman penjara dan denda bagi pelaku kejahatan maksimal masing-masing 15 tahun dan Rp15 miliar.
Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Muhammad Yunus mengatakan saat ini hukuman penjara bagi pelaku perdagangan tanaman dan satwa dilindungi maksimal 5 tahun dan denda Rp100 juta. Sanksi tersebut dinilai belum cukup menimbulkan efek jera.
“Kami usulkan hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. Kalau yang sekarang maksimal 5 tahun malah ketika diputus hakim ada yang cuma beberapa bulan,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menambahkan revisi UU 5/1990 menandakan keseriusan pemerintah menjaga tanaman dan satwa yang dilindungi. Jika tidak, bukan mustahil dalam beberapa tahun lagi tanaman dan satwa dilindungi punah.
Berdasarkan catatan WWF Indonesia, selama Januari-April 2016 terdapat 68 kasus penyelundupan, penyitaan, dan perdagangan satwa dilindungi. Beberapa kasus itu a.l. harimau Sumatra (9 kasus), gajah (2 kasus), orangutan (4 kasus) dan penyu (9 kasus).