Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rumah Produksi Pertanian Diperlukan

Pemerintah diminta membentuk rumah produksi pertanian di setiap daerah sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan daya saing hasil produk pertanian.
Varietas Padi Unggulan Inpari 19/pertanian.go.id-.jpg
Varietas Padi Unggulan Inpari 19/pertanian.go.id-.jpg

Bisnis.com, BOGOR- Pemerintah diminta membentuk rumah produksi pertanian di setiap daerah sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan daya saing hasil produk pertanian.

Anggota Tim Ahli Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Indonesia, Muhammad Firdaus mengatakan pembentukan rumah produksi pertanian tersebut dinilai harus segera dilakukan menyusul jumlah petani dan lahan pertanian di Tanah Air terus menyusut. "Jadi salah satu cara memaksimalkan produksi pertanian di tengah keterbatasan lahan dan petani adalah adanya fasilitas untuk kegiatan pascapanen hasil pertanian," ujarnya kepada Bisnis akhir pekan lalu.

Dia memberi contoh, di daerah Magelang sekitar 300 orang dari kelompok tani telah membentuk badan usaha milik petani (BUMP) menjadi sebuah perseroan terbatas. Hal itu dilakukan guna meningkatkan pendapatan dan produktivitas petani. Menurutnya, BUMP tersebut sejauh ini dinilai telah berhasil karena menghasilkan produk pertanian mulai dari nol. Dari 300 petani itu, sambungnya, dibagi tugas masing-masing, ada yang menjadi petani di sawah, petani produksi, pengolah hingga pengemasan padi organik yang siap dikirim ke pasar moderen.

"Nah, saya berkali-kali sudah ingatkan Kementerian Pertanian untuk mengadopsi sistem BUMP ini. Kalau bisa dipraktikan hingga seluruh daerah. Karena selama ini kan fasilitasinya masih berbentuk toko tani," ujarnya. Firdaus menambahkan apabila sistem BUMP rumah produksi pertanian tersebut diterapkan di seluruh daerah penghasil produksi pertanian, maka hal tersebut akan menjadi nilai positif bagi peningkatan kesejahteraan petani. Hanya saja, kata dia, harus dilakukan pendalaman khusus guna mematangkan proyek tersebut.

Musababnya, tidak semua daerah memiliki luasan lahan pertanian yang yang bisa dikembangkan. "Baiknya harus ada pembatasan produsen komoditas dari setiap daerah. Misalnya pembentukan BUMP rumah produksi pertanian hanya bisa dilakukan di daerah penghasil padi organik minimal lahan 100 hektare atau pun komoditas lainnya yang luasannya cukup," paparnya. Sementara itu, Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor, Hermanto Siregar mengatakan pengurangan jumlah petani di Indonesia harus disambut baik apabila mereka masih tetap bekerja di sektor pertanian.

Oleh karena itu, sambungnya pembentukan rumah produksi pertanian di daerah harus diwujudkan karena dinilai akan meningkatkan pekerja pertanian perorangan. "Kalau sebelumnya petani hanya mendapatkan keuntungan kecil, kemudian setelah dibentuk rumah produksi pertanian mereka jadi entrepreneur baru, itu pendapatannya akan lebih besar," paparnya.

Pada kesempatan terpisah, kalangan petani di Jawa Barat mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk menerbitkan regulasi pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja mengatakan regulasi pengendalian alih fungsi lahan harus dilakukan mengingat provinsi tersebut sebagai salah satu sentra produksi pertanian terutama pangan di Indonesia.

"Apabila setiap kabupaten/kota sudah memiliki aturan itu maka alih fungsi lahan mampu ditekan," ujarnya. Kendati demikian, diperlukan komitmen kuat untuk penerbitan regulasi tersebut. Pasalnya, apabila penerbitan regulasi hanya sebatas aturan di atas kertas tidak akan mampu diimplementasikan dengan baik. Menurutnya, pemerintah, petani, serta stakeholder terkait harus terus berpikir positif apabila alih fungsi lahan akan mengancam ketahanan pangan.

Sementara itu, Kepala Bidang Statistik Produksi BPS Jabar Ruslan mengatakan produksi padi di Jabar pada 2015 hanya mencapai 11.373.144 ton gabah kering giling (GKG) atau setara 7.135.511 ton beras. Kondisi tersebut mengalami penurunan 2,33% dibandingkan tahun sebelumnya mencapai 11.644.899 ton GKG atau setara 7.306.009 ton beras.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Miftahul Khoer
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper