Bisnis.com, LOMBOK - Indonesia kian serius menerapkan perlindungan terhadap Particularly Sensitive Sea Area setelah Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya menjaga laut sebagai sumber kekayaan global dalam pidatonya di sidang Dewan International Maritime Organization.
Keseriusan Indonesia ditandai dengan dirintisnya penyusunan proposal penetapan tiga wilayah perairan, Selat Lombok, Karimun Jawa dan Kepulauan Seribu, yang masuk kategori Particularly Sensitive Sea Area (PSSA).
PSSA adalah suatu mekanisme yang digunakan oleh negara pantai untuk melindungi kawasan lautnya dari dampak negatif aktivitas pelayaran internasional.
Marsetio, Utusan Khusus Indonesia di Dewan International Maritime Organization (IMO), mengungkapkan suatu kawasan laut dapat ditetapkan sebagai PSSA apabila kawasan tersebut rentan terhadap aktivitas pelayaran internasional.
Selain itu, lanjutnya, kawasan itu harus memenuhi tiga kriteria yakni ekologis; sosial, budaya dan ekonomi; dan ilmu pengetahuan.
“Seperti yang diketahu Indonesia memiliki tiga alur laut kepulauan Indonesia [ALKI] yang dilewati oleh banyak kapal asing,” ujarnya di sela-sela Rapat Regional Ketiga PSSA, Rabu (27/7/2016).
Khusus di perairan Selat Lombok yang merupakan wilayah ALKI II, dia mengatakan jumlah kapal asing lewat setiap harinya bisa mencapai 52 kapal sehingga dalam sebulan rata-rata arus kapal mencapai 1.400-an kapal.
Dari kapal yang melintas tersebut, dia mengatakan tidak sedikit yang melakukan pencemaran laut dengan membuang air kotor atau limbah. Umumnya, tindakan pencemaran ini dilakukan oleh kapal pada malam hari.
Bahkan, kapal-kapal tersebut bisa saja mengeluarkan sisa air kotornya dari tanki di sekitar wilayah pantai atau 12 mil dari hari pantai. Tindakan ini tentu sangat membahayakan lingkungan hidup sekitarnya.
Melalui PSSA, pemerintah dapat melakukan perlindungan dengan menetapkan a.l. kewajiban lapor bagi kapal tanker yang membawa bahan bakar dalam jumlah besar dan menerapkan traffic separation schemes guna menghindari tabrakan karena arus kapal yang melintas lebih teratur dengan penerapan dua arah seperti di Selat Malaka.
Lebih lanjut, dia menegaskan pemerintah juga dapat menetapkan area larang jangkar, area yang harus dihindari, area wajib pandu, larangan pembuangan air kotor dari tanki kapal dan menerapkan peraturan IMO lainnya yang terkait dengan perlindungan lingkungan laut.
Sayangnya, PSSA yang telah ditetapkan oleh IMO dan Norwegian Agency for Development Cooperation (Norad) dalam pertemuan regional pertama di Manila, Filipina, pada Juli 2014, hingga kini belum diikuti oleh Indonesia.
“Adapun, Indonesia tidak dapat memenuhi kerangka waktu yang disepakati pada pertemuan regional pertama dikarenakan perubahan internal yakni pemerintahan baru dan juga terkait dengan luas wilayah laut yang potensial untuk dijadikan PSSA,” ujarnya.
Namun, dia mengaku Indonesia kini mulai serius mempelajari dan segera menerapkan PSSA ini melalui surat Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan tertanggal 5 Maret 2015 kepada IMO.
Dalam surat kepada Head of Office for London Convention/Protocol and Ocean Affairs Marine Environment Division of IMO Edward Kleverlaan, pemerintah bersedia mengalokasikan dana yang tersedia bagi pelaksanaan kegiatan workshop nasional mengenai PSSA di Indonesia.
Alhasil, Indonesia mengatakan akan melaksanakan workshop nasional untuk membahas lokasi PSSA dengan mempertimbangkan frekuensi lalu lintas kapal dan lokasi pengembangan pelabuhan untuk Tol Laut.
Berdasarkan studi mendalam, pemerintah akhirnya menetapkan lokasi potensial untuk PSSA di Indonesia a.l. Kepulauan Seribu, Karimun Jawa dan Selat Lombok. Lokasi tersebut, akan dibahas dalam Rapat Regional Ketiga yang dihadiri oleh empat negara (Malaysia, Filipina, Vietnam dan Indonesia), serta wakil IMO, IALA, peninjau dari Singapura dan Brunei Darussalam pada 27 Juli – 28 Juli 2016.
“Dari ketiga lokasi tersebut direncanakan Indonesia mengajukan Gili Trewangan atau Kepulauan Gili sebagai pilot project dalam pertemuan regional ketiga di Lombok, karena sejalan dengan program pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat yang sangat perhatian dengan wilayah lautnya,” ujarnya.
Sebagai informasi, Filipina pada Sidang IMO-MEPC ke-69 telah mengajukan submisi proposal penetapan PSSA di negara tersebut dengan usulan daerah Tubbataha Reefs National Parks.
Adapun, Malaysia mengusulkan Pulau Kukup sampai dengan Tanjung Paai dan Vietnam dengan Halong Bay. Sementara itu, Vietnam, Filipina dan Indonesia masih dalam tahap penyusunan draft proposal PSSA, sehingga belum diajukan ke Sidang IMO-MEPC.