Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Sektor Riil Masih Lesu

Investasi di sektor riil sepanjang semester I/2016 belum menggeliat terindikasi dari penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal.o
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Investasi di sektor riil sepanjang semester I/2016 belum menggeliat terindikasi dari penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hanya impor barang konsumsi saja yang mengalami kenaikan 13,57% dari US$5,422 miliar pada semester I/2015 menjadi US$6,158 miliar pada periode yang sama tahun ini. Sedangkan impor bahan baku/penolong dan barang modal sepanjang paruh pertama tahun ini turun signifikan.

Impor bahan baku/penolong sepanjang semester I/2016 turun 12,23% dibandingkan semester pertama tahun lalu dari US$55,886 miliar menjadi US$49,051 miliar. Adapun impor barang modal sepanjang paruh pertama tahun ini turun 15,31% dari US$12,640 miliar menjadi US$10,705 miliar. Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede menilai tren penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal mengindikasikan investasi pada sektor riil cenderung menurun seiring melambatnya perekonomian domestik. Selain itu, upaya pemerintah untuk mengoptimalkan belanja pemerintah belum dapat mendorong investasi swasta.

Tren impor yang tidak berkualitas sejalan dengan penurunan ekspor industri pengolahan atau manufaktur sepanjang semester I/2016. Ekspor manufaktur pada Januari hingga Juni 2016 turun 4,73% dibandingkan periode yang sama tahun lalu dari US$56,397 miliar menjadi US$53,727 miliar. Kendati turun, ekspor manufaktur tetap mendominasi 77,29%.

Disusul ekspor pertambangan 11,34% senilai US$7,887 miliar dan ekspor sektor pertanian 2,02% senilai US$1,400 miliar. Disusul ekspor tambang & lainnya sebesar US$10,325 miliar atau 11,34% dan ekspor pertanian US$1,400 miliar atau 2,02%. Dihubungi terpisah, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menambahkan sebenarnya beberapa indikator seperti penjualan mobil, motor, rumah pada kuartal II/2016 sedikit membaik dkbandingkan kuartal yang sama tahun lalu.

Namun, industri manufaktur secara keseluruhan pada semester I/2016 belum menunjukkan perbaikan karena pelaku industri masih menahan pembelian bahan baku dan barang modal. Kondisi penguatan nilai tukar rupiah belum mampu mendorong sektor industri menggalakkan investasi. "Artinya implementasi paket-paket kebijakan masih belum efektif dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha, khususnya industri manufaktur," tegasnya kepada Bisnis, Jumat (15/7).

Dzulfian Syafrian, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), menegaskan turunnya impor barang modal dan bahan baku/pendukung sangat mengkhawatirkan karena mengindikasikan proses produksi yang terus melambat. Apalagi impor konsumsi justru semakin kuat. Jika kondisi tersebut terus terjadi, ungkapnya, neraca perdagangan Indonesia terancam defisit.

Selain itu, defisit neraca pembayaran juga berisiko semakin melebar. Kondisi investasi sektor riil yang belum menggeliat berpotensi menggangu target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah sebesar 5,2% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Dia memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak akan mencapai angka 5%. "Yang pasti di bawah 5%. Kisarannya antara 4,7% hingga 4,9%," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fauzul Muna
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper