Bisnis.com, BALIKPAPAN - Pengembangan teknologi dalam kegiatan industri penggalian dan pengolahan minyak sudah tak bisa ditawar lagi. Penerapan teknologi terkini bertujuan untuk memudahkan pekerjaan dan meningkatkan efisiensi operasional. Total E&P Indonesie selaku salah satu operator lapangan migas di Indonesia, secara konsisten mengembangkan teknologi dari tahun ke tahun agar tujuan itu terwujud.
Salah satu pengembangan teknologi yang patut diacungi jempol adalah pengembangan Vessel Traffic Information System (VTIS). Sistem yang dikembangkan oleh Total itu berfungsi untuk mengawasi pergerakan kapal milik Total dan lalu lintas laut secara terintegrasi. Area pengawasan mencakup sekitar lapangan pengeboran lepas pantai di beberapa titik sekaligus, yakni di sumur Bekapai dan beberapa lapangan di area Mahakam South Asset.
Total mulai memanfaatkan teknologi VITS mulai 2012. Karena pengoperasiannya meliputi jalur laut dalam perimeter tertentu, penerapan sistem ini membutuhkan persetujuan dari Kementerian Perhubungan. Pada 16 Septmber 2013, Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub secara resmi mengeluarkan surat persetujuan penyelenggaran Stasiun Local Port Service (LPS) yang kini menjadi divisi khusus yang bertanggung jawab terhadap pengoperasian VITS.
Berpusat di Senipah-Peciko-South Mahakam, pengawasan oleh LPS menjangkau areal hingga radius 38 Nautical Miles atau setara dengan 71 Km. Area sekitar fasilitas anjungan minyak lepas pantai dengan radius 500 meter dari platform terluar ditetapkan sebagai prohibited area (area terlarang). Artinya, kapal-kapal umum yang tidak bekerja untuk Total dilarang berlayar dalam radius tersebut.
Area yang masih boleh dilewati oleh kapal-kapal umum disebut ‘restricted area’ (area terbatas). Luasannya ditentukan oleh Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub. Pada prinsipnya, kapal-kapal umum diperbolehkan berlayar di area ini, namun dilarang melakukan aktifitas seperti melabuhkan jangkar, memancing, atau bahkan bertambat di sarana rambu navigasi TEPI.
Bertahun-tahun sebelum TEPI mulai memanfaatkan VITS, pengawasan lalu lintas dilakukan secara konvensional dengan memasang rambu-rambu navigasi, menyiagakan kapal-kapal patrol, dan menyiarkan kondisi terkini melalui saluran radio Marine VHS (Very High Frequency).
Pelaksanaan pengawasan ini menempati satu bilik tersendiri di ruangan pusat kontrol di Senipah. Dua orang petugas LPS bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Edward Caridi, salah seorang petugas LPS, berkata pengoperasian VITS berlangsung 24 jam dan dilakukan secara bergantian. Selain fokus mengawasi keamanan perimeter, dia juga memantau pelayaran kapal-kapal TEPI. Kecepatan kapal dan lokasi terkini bisa dilacak secara real time.
“Kami juga mengawasi kapal-kapal tanker umum, tongkang batu bara, atau kapal-kapal nelayan yang melintas di perimeter. Karena beberapa lapangan menempati jalur lalu lintas laut umum, bahaya kalau ada kapal umum yang melepas jangkar di dekat lapangan, di bawah laut ada jaringan pipa,” ujar salah seorang petugas LPS, Edward Caridi.
Pada masa kejayaan batu bara di Kalimantan Timur, tongkang-tongkang batu bara memadati perairan yang ditempati lapangan-lapangan pengeboran Total. Risiko terjadinya insiden jelas meningkat. Beberapa kali LPS mendapati tongkang batu bara yang mengapung di prohibited area. Tak main-main dengan keamanan aset, Total juga menyiapkan skema pengamanan untuk mengantisipasi risiko yang timbul.
Kapal-kapal patroli dan kapal security disiagakan di Senipah untuk mengantisipasi bila insiden itu terjadi kembali. Kapal patroli Total mampu melaju dengan kecepatan 20 knot, titik perimeter pengawasan terjauh pun bisa ditempuh dengan singkat.
“Alarm akan menyala otomatis bila ada kapal umum yang memasuki prohibited area. Kapal patroli [watchdog] akan ke sana dan mencegat kapal umum dengan cepat. Waktu itu pernah ada tongkang mengangkut 10.000 ton batu bara yang tug boat-nya mati dan akhirnya drifting. Kapal-kapal patroli kami yang mengarahkan tongkang nyasar itu ke area aman,” sambung Edward.
Wajar bila TEPI memasang skema pengamanan sedemikian rupa, karena akibat yang ditimbulkan dari tabrakan antara kapal umum dengan aset lepas lantai tak bisa dibilang sepele. Senipah Marine Terminal Superintendant Eko Setiarso berkata, besaran kerusakan dan kerugian bergantung pada objek yang ditabrak.
“Kalau tabrakan antara rambu navigasi dan kapal berukuran kecil dampaknya tidak terlalu besar. Yang gawat itu apabila ada tabrakan antara kapal umum dengan anjungan minyak atau menabrak kapal tanker yang sedang tambat, itu bisa mengakibatkan hambatan produksi dan menumpahkan minyak, stabilitas pasokan minyak negara juga bisa terganggu, dan bisa terjadi ledakan,” jelas Eko.
Dia mengakui keberadaan LPS yang memanfaatkan VITS meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan pengawasan aset lepas pantai. Pengawasan yang mulanya dilaksanakan secara konvensional, kini bisa terpantau di layar-layar monitor, lengkap dengan informasi kecepatan laju kapal.
“Setelah ada LPS, monitoringnya lebih efisien dan efektif, karena semua wilayah yang diawasi sudah terintegtasi dengan pusat pengawasan VITS, lebih mudah dan menyeluruh,” tutup Eko.