Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan dana senilai total Rp900 miliar yang akan disalurkan ke 600 kecamatan di seluruh tanah air untuk program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Andreas Suhono menyatakan melalui program ini, pemerintah akan menghibahkan dana senilai Rp1,5 miliar ke kecamatan yang telah ditentukan untuk membangun infrastruktur penunjang desa. Dana itu nantinya akan diberikan dalam bentuk belanja modal untuk paket-paket pekerjaan konstruksi yang telah diusulkan masing-masing kecamatan.
“Tujuan program ini adalah mengurangi kesenjangan antarwilayah melalui pembangunan infrastruktur,” ujarnya, Kamis (9/6/2016).
Dia mengatakan anggaran tersebut telah teralokasikan dalam DIPA 2016. Dalam satu kecamatan PISEW, terdapat beberapa desa, yang terdiri dari satu desa pusat pertumbuhan dan beberapa desa penyangga. Dengan demikian, infrastruktur yang akan dibangun merupakan infrastruktur dengan cakupan layanan antardesa, seperti jalan, jembatan, sanitasi, dan sebagainya.
Adapun lokasi kecamatan yang menerima dana PISEW tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Beberapa di antaranya Jawa Barat dengan 65 kecamatan, Jawa Timur 59 kecamatan, Jawa Tengah 39 kecamatan, Kalimantan Barat 37 kecamatan, Sulawesi Tengah 32 kecamatan, Sulawesi Selatan 33 kecamatan, Papua Barat 23 kecamatan, Sumatera Utara 17 kecamatan, dan masih banyak lainnya.
Hingga saat ini, program PISEW ini baru memasuki tahap sosialisasi di tingkat kabupaten, untuk selanjutnya menentukan desa lokasi PISEW. Setelah itu, pihak terkait masih harus menyusun desain teknis atau Detailed Engineering Design (DED) proyek konstruksi yang akan dilakukan, sementara konstruksi fisik ditargetkan dapat dimulai pada awal Agustus tahun ini.
Anggota Komisi V DPR Mohamad Nizar Zahro menyatakan dalam praktiknya, program ini cenderung dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai ajang mencari popularitas. Selain itu, nama-nama desa yang pernah diusulkan oleh anggota DPR berdasarkan daerah pemilihan (dapil) masing-masing dapat berubah-ubah.
“Kalau tidak ada kesepakatan, nanti ada intervensi politik untuk dimafaatkan sebagai ajang popularitas. Untuk itu harus ada mekanisme pengawasan mengenai desa dan kecamatan yang terdaftar,” ujarnya.
Meskipun demikian, dia mengapresiasi perubahan skema dari bantuan sosial menjadi belanja modal. Menurutnya, hal tersebut akan membantu pengembangan infrastruktur di desa berdasarkan aspirasi atau kebutuhan masing-masing kecamatan.