Bisnis.com, JAKARTA—Target pemerintah untuk menurunkan harga daging hingga di bawah Rp80.000 sulit tercapai selagi nilai tukar rupiah masih tinggi terhadap mata uang asing.
Demikian menurut pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy dalam acara diskusi di Gedung DPR bersama Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan, Kamis (2/6/2016).
“Tidak akan ada pemerintah yang bisa menstabilkan harga kalau nilai tukarnya tinggi, apalagi didikte oleh kekuatan asing,” ujarnya.
Menurutnya, ketergantungan Indonesia terhadap impor pakan ternak menjadi persoalan mendasar sulitnya menurunkan harga daging.
Saat ini saja nilai tukar rupiah sudah di atas Rp13.600 per dolar AS sehingga harga pangan impor makin melejit.
“Presiden Jokowi meminta harga daging di bawah Rp80.000. Ini namanya pemerintah tidak menyelesaikan secara struktural. Selagi nilai tukar rendah harga tak akan stabil yang dimamfaatkan oleh pemburu rente,” ujarnya.
Kondisi itu , ujarnya, ditambah lagi dengan larangan impor jagung yang diberlakukan Kementerian Pertanian. Akibatnya, peternak kesulitan mendapatkan pakan ternak yang sebagian besar berasal dari jagung impor.
Menurutnya, kartel impor lebih berperan dalam menentukan harga karena diberi kesempatan oleh birokrat yang dekat dengan mereka.
“Jadi importir korporasi besarlah yang mementukan harga bahan pangan termasuk daging karena pemerintah memberi ruang untuk mereka,” ujarnya.