Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi penerimaan negara yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan hingga Mei 2016 telah mencapai persentase 54,66% dari target yang dibebankan dalam APBN 2016.
Berdasarkan data yang diperoleh, hingga 25 Mei 2016, penerimaan negara dari sektor Bea Keluar (BK) telah mencapai persentase 25,47% atau sebesar Rp734,3 miliar dari target Rp2,8 triliun. Bea Masuk (BM) telah mencapai Rp12,8 triliun, atau 34,61% dari target Rp34,2 triliun.
Adapun penerimaan dari sektor cukai baru mencapai Rp26,1 triliun atau 17,85% dari target penerimaan sebesar 146,4%.
Secara keseluruhan, penerimaan negara yang dipungut oleh DJBC mencapai Rp101,9 triliun dari target yang dibebankan dalam APBN 2016 yakni Rp186,5 triliun.
Untuk Mei 2016, penerimaan dari sektor BM mencapai Rp2,089 triliun, sementara BK sebanyak Rp1`08,8 miliar dan cukai sebesar Rp10,7 triliun dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) mencapai Rp10,7 triliun.
Dibandingkan dengan data Mei 2015, capaian BM dan BK pada Mei tahun ini menurun. Hal ini bisa dilihat dari capaian penerimaan BM sebesar Rp2,5 triliun dan BK Rp492,9 triliun.
Sementara itu penerimaan cukai melonjak dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai Rp9,3 triliun.
Capaian penerimaan yang dipungut oleh DJBC sepanjang tahun ini sejalan dengan analisis Ditjen Bea dan Cukai Heru Pambudi yang percaya diri bahwa penerimaan negara yang dibebankan kepada jajarannya telah sesuai dengan jalur yang semestinya.
"Kami tetap melakukan pemantauan meski secara umum menurut saya sudah sesuai dengan perkiraan sebelumnya,"ungkap Heru.
CUKAI ETHIL ALKOHOL
Terkait penerimaan negara dari pungutan cukai Minuman Menangdung Ethil Alkohol (MMEA) tahun ini diperkirakan tetap rendah, menyusul belum dicabutnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol.
Heru mengungkapkan pada 2014 penerimaan negara dari cukai minuman beralkohol golongan A atau bir sebesar Rp5,3 triliun atau mencapai 70,5% dari target yang ditetapkan tahun itu.
Setahun berikutnya, 2015, penerimaan dari sektor itu anjlok hingga Rp1,7 triliun sehingga secara keseluruhan, penerimaan dari sektor itu hanya mencapai Rp4,5 triliun.
Dia mengatakan penurunan itu disebabkan oleh pelarangan penjualan minuman golongan A di minimarket yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan.
“Tapi bukan berarti saya mendukung atau tidak mendukung peredaran minuman keras jenis bir. Saya hanya menyampaikan data penerimaannya saja,” ujarnya.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengungkapkan pengenaan cukai semestinya dilihat sebagai upaya pengendalian dan bukan merupakan penerimaan negara. Namun pada praktiknya, berkaca pada 2015, pemerintah menggunakan cukai sebagai instrumen penerimaan negara.
"Saya setuju ada optimalisasi penerimaan tapi yang benar caranya. Kalau tidak benar seperti sekarang, maka target pengedalian tidak akan tercapai,"ujarnya.