Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pelaku usaha mendorong pemerintah membangun industri komponen untuk maritim di dalam negeri agar pengusaha tak tergantung dengan komponen kapal melalui impor.
Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menyatakan saat ini industri maritim membutuhkan komponen yang berasal dari dalam negeri.
Salah satu penyebab mudah lesunya industri maritim Indonesia menurut Carmelita dikarenakan ketergantungan pelaku usaha pelayaran dan perkapalan dengan komponen dari negara luar.
“Saat ini kita masih tergantung dari komponen industri yang di supply oleh Singapura,” ungkap Carmelita di PRJ Kemayoran, Rabu (18/5/2016).
Meskipun begitu, Carmelita optimistis kondisi tersebut bisa diperbaiki mengingat konektivitas dan logistik antarpulau di Indonesia sangat tergantung dengan industri maritim.
Hal ini terbukti dengan daftar angkutan barang dalam negeri dan pergerakan komoditas antarpulau yang masih baik.
“Peningkatan ini akan berlangsung karena pemerintah juga terus mengupayakan investasi industri maritim, industri perkapalan terlihat dari aksi Presiden Jokowi yang terus membina relasi dengan luar negeri,” terang Carmelita.
Carmelita menyatakan beberapa hari yang lalu bersama delegasi Indonesia lainnya menghadiri sidang International Maritime Organization (IMO).
Dalam sidang tersebut Carmelita mengungkapkan bahwa sejumlah kapal dari Eropa sudah menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.
Oleh sebab itu, Indonesia juga perlu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Nyoman Sudiana menyatakan industri galangan kapal tahun ini ditargetkan bisa bekerja dengan lebih optimal jika industri penunjang galangan kapan bisa ditingkatkan.
“Di Industri galangan kapal ini memang masalahnya ada di industri penunjangnya yang masih ketinggalan, alasannya skala ekonomi belum cukup jika membuat kapal dengan komponennya di dalam negeri,” ungkap Nyoman.
Dengan kondisi saat ini, misalnya, Kementerian Perhubungan menganggarkan Rp75 triliun untuk membangun 30 kapal patroli kelas I dengan masa pengerjaan selama tiga tahun, Nyoman menilai bisa menjadi peluang pembangunan industri komponen galangan kapal di dalam negeri.
“Kami mempelopori paling tidak komponen peralatan kapal ini bisa di-assembling-kan di dalam negeri. Artinya, kalau bisa di-assembling, maka akan ada tenaga kerja yang terlibat di sana. Kedua, barangkali ToT alias ada transfer of technology, inilah PR kita bersama karena masih ada hambatan yang harus diselesaikan bersama,” ujar Nyoman.
Nyoman menyebut dalam pembahasan sebelumnya dengan Kementerian Perindustrian memang ada temuan bahwa membangun kapal dengan komponen dalam negeri menguras biaya lebih mahal ketimbang memakai komponen impor.
“Oleh sebab itu perlu ada kerja sama antara pengusaha manufaktrur dan pelaku usaha industri maritim agar paling tidak bisa bekerjasama melakukan assembling industri raw-material,” tuturnya.
Arus Gunawan, Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian RI menyatakan pihaknya menyambut positif saran dari asosiasi terkait peningkatan industri komponen maritim.
“Industri kapal itu memang membutuhkan perhatian yang fokus dari pemerintah agar bisa berkembang dan memiliki daya saing yang tinggi. Sehingga, industri kapal akan berkembang apabila tahapan yang dilakukan bersinergi dengan manufaktur,” terang Arus.