Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk waspada terhadap peningkatan utang menyusul ekonomi domestik yang belum membaik.
Bank Indonesia melaporkan utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal I/2016 tercatat tumbuh 5,7% menjadi US$316,0 miliar.
Perkembangan nilai utang itu mengukuhkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal I/2016 sebesar 36,5% atau meningkat dari kuartal sebelumnya sebesar 36,0%.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan rasio utang luar negeri terhadap PDB sebesar 36,5% pada kuartal I/2016 masih aman jika dinilai dari acuan utang negara berkembang yang dibatasi sampai 60%.
Namun, hal itu masih rancu karena faktor pembentuk PDB dalam negeri bukan dari sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Menurutnya, sektor industri dan pertanian masih rendah kontribusinya terhadap PDB. Adapun sektor properti, jasa, dan komunikasi cenderung mendominasi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Sementara itu, surplus ekspor turun sedangkan utang naik bisa jadi tidak cukup aman. Terlebih, cadangan devisa memang aman karena portofolio yang masuk," katanya, di Jakarta, Selasa (17/5/2016).
Utang luar negeri juga masih didominasi oleh utang sektor swasta yang pada kuartal I/2016 tercatat US$164,7 miliar atau turun 1% dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 2,3%. Utang luar negeri pada sektor publik meningkat 14,0% menjadi US$151,3 miliar.
Meningkatnya utang luar negeri sektor publik di kuartal I/2016 ini menunjukkan pemerintah gencar mengambil utang di awal-awal tahun mengingat sejumlah negara masih menggunakan acuan suku bunga rendah hingga mencapai negatif.
"Lebih disebabkan yang punya duit banyak di Eropa dan Jepang menggunakan suku bunga negatif sehingga dana luar negeri cenderung lebih murah," ucapnya.