Bisnis.com, JAKARTA - Cadangan minyak Indonesia berpotensi habis dalam kurun waktu 8 tahun bila tak ada lagi sumur baru yang dieksplorasi dan kegiatan produksi dilanjutkan pada titik yang sama.
Saat ini, rasio pengembalian cadangan atau reserve replacement ratio (RRR) hanya 60%. Dari data Kementerian ESDM, angka ini lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam yang memiliki RRR di kisaran 150% hingga 200%.
Berkaca pada tren eksplorasi yang tercatat Kementerian ESDM, pada 1980 hingga 2015 kegiatan eksplorasi cenderung menurun dan didominasi berada di wilayah kerja produksi.
Capaian tertinggi pernah dicatatkan pada 1983 lebih dari 250 sumur eksplorasi yang dibor dengan 50 di antaranya di wilayah kerja eksplorasi. Kondisi harga minyak rendah pada 1998 pun menunjukkan realisasi pengeboran sebanyak 160 sumur dengan 60 sumur di antaranya di wilayah kerja eksplorasi. Namun, secara konstan berada di bawah 100 sumur pada 1999 dan terus tergelincir di 2015 karena berada di bawah 50 sumur yang dibor.
Terdapat 68 lapangan minyak dan 25 lapangan gas yang tidak aktif. Dari segi jumlah cadangan minyak bumi, angkanya menurun dari 7.305 million stock tank barrel (MMstb) menjadi 7.081 MMstb. Hal serupa juga terjadi pada gas yakni 151 trillion standard cubic feet (Tscf) menjadi 148 Tscf.
Cadangan Turun
Manager of Upstream Oil and Gas for South-eastern Asia for Woodmac, Andrew Harwood mengatakan, cadangan minyak dan gas Indonesia akan terus menurun seiring dengan tak bertambahnya sumber-sumber migas yang baru.
Pihaknya memprediksi, cadangan minyak Indonesia akan habis dalam kurun waktu 8 tahun dan gas pada 10 tahun ke depan. Dia menyebut peluangnya kecil sekali untuk mengulang temuan besar seperti pada proyek Tangguh Train 3, Indonesia Deepwater Development (IDD) dan Lapangan Abadi, Masela.
"Cadangan minyak Indonesia akan habis dalam 8 tahun dan gas akan habis 10 tahun," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (13/5).
Jika hal itu terjadi, katanya, negara gagal memaksimalkan potensi sumber-sumber migas dalam negeri. Pada tahap ini, katanya, pemerintah bisa memberikan suplemen guna menjaga keberlangsungan investasi. Mulai dari bagi hasil dinamis dan sistem pengembalian biaya (cost recovery) di masa eksplorasi.
Bila dibandingkan dengan negara lain, masa eksplorasi hingga lapangan mengeluarkan minyak dan gas, sebuah perusahaan membutuhkan waktu lebih dari 15 tahun. Secara umum, di Asia Tenggara membutuhkan 12 sampai 13 tahun. Sementara, secara global waktunya justru lebih singkat lagi yakni berkisar 7 sampai 8 tahun.
"Di Indonesia, rata-rata waktu yang dibutuhkan dari eksplorasi produksi berdasarkan analisis kami lebih dari 15 tahun," katanya.