Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha kembali meminta UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan direvisi karena tidak mendukung perkembangan iklim berusaha di Indonesia termasuk dalam hal investasi, kesejahteraan pekerja, dan produktivitas kerja.
Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Aditya Warman mengatakan Apindo tengah menyusun usulan resmi atas revisi beleid ketenagakerjaan.
Menurutnya, ada 12 pasal yang mesti direvisi antara lain yang menyangkut masalah pesangon, outsourcing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), perselisihan hubungan industrial, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), putusan sela, serta jaminan sosial.
“Revisi ini harus mempunyai perubahan terhadap investasi, kesejahteraan pekerja, dan berdampak pada harmonisasi serta produktivitas kerja,” ungkap Aditya usai mengadakan seminar bertajuk PHK Gak Pakai Gejolak di Jakarta pada Rabu (27/4/2016).
Usulan terhadap revisi UU ini sebenarnya sudah muncul setidaknya sejak 2010, tapi tidak kunjung terealisasi.
Aditya melanjutkan pembahasan mengenai revisi UU tersebut mesti berdasarkan kajian akademis agar tidak asal memutuskan. Sinkronisasi dan harmonisasi antar kementerian terkait pun harus dikedepankan agar mencakup kepentingan semua pihak.
Meski tidak menyebutkan kapan proses penyusunan usulan itu bakal rampung dibahas, tapi dia mengharapkan draf revisi dapat masuk dalam pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018.
Aditya menyatakan maraknya PHK yang terjadi saat ini harus dikhawatirkan karena banyak terjadi di sektor yang menjadi core Indonesia yaitu sektor padat karya, seperti tekstil, sepatu, dan manufaktur.
Dia menuturkan banyak faktor yang membuat investor asing lebih memilih berinvestasi di negara-negara tetangga seperti Kamboja, Vietnam, dan Laos.
Faktor-faktor tersebut di antaranya upah yang lebih rendah dengan produktivitas yang lebih tinggi dan kurangnya kompetensi.
“Masalah kita itu kompetensi. Kompetensi itu tumbuh karena dilatih atau by design. Antar departemen mesti sinkron dengan lapangan kerja,” tambahnya.