Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Idealnya Tax Amnesty Belum Siap Dieksekusi Tahun Ini

Para pengamat menilai secara ideal, kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty tidak layak dijalankan tahun ini.
Tax Amnesty. /Bisnis.com
Tax Amnesty. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Para pengamat menilai secara ideal, kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty tidak layak dijalankan tahun ini.

Anggito Abimanyu, Kepala Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. menilai secara akademik rencana kebijakan ini belum siap dijalankan karena ada kelemahan dari sisi administrasi dan kondisi perpajakan Indonesia.

“Secara akademik kita memang belum siap karena soft infrastructure dan action information belum memadai. Di antara negara-negara OECD juga keterbukaan informasi kita masih rendah, bahkan dibandingkan negara tax havens,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR, Rabu (20/4/2016).

Dengan kondisi tersebut, ada risiko akan keluarnya lagi dana yang sudah masuk dari hasil repatriasi. Hal ini dikarenakan masih ada celah kebocoran dan ketidaknyamanan bagi wajib pajak, termasuk dari sisi tarif pajak.

Namun, secara pragmatis, kebijakan ini bisa saja diimplementasikan dengan alasan jangka pendek untuk menambal potensi shortfall – selisih antara realisasi dan target – penerimaan pajak tahun ini. Selain itu, tarif tebusan seharusnya minimal 5% sesuai dengan benchmark.

“Tapi jangan sampai ditenggat waktu [pembahasan RUU]-nya. Bisa saja setelah September sampai akhir tahun,” katanya.

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), dalam kesempatan yang sama, juga sepakat memang saat ini belum ada kesiapan implementasi kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan ini, secara ideal harus didudukkan sebagai instrumen reformasi pajak (tax reform).

Kendati demikian, jika tetap akan dijalankan, setidaknya dua hal yang harus menjadi prasyarat. Pertama, dibutuhkan komitmen reformasi pajak jangka menengah dan panjang, terutama dari revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Kedua, perlu kenaikan tarif tebusan dari usulan awal hingga 5%-10%. Hal ini dikarenakan saat ini sudah memiliki posisi tawar yang lebih tinggi, terlebih sejak ada bocoran dokumen Panama Papers dan akan ada penerapan AEoI.

“Kalau dua hal ini tidak dikunci, amnesty tidak layak diteruskan,” tegasnya.

Dalam draf RUU, tarif tebusan diusulkan 2%, 4%, dan 6%. Bagi WP yang melakukan repatriasi dananya, tarif tebusan yang akan digunakan yakni 1%, 2%, dan 3%. Apalagi, dengan hebohnya kebocoran dokumen Panama Papers, seharusnya posisi tawar pemerintah meningkat.

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper