Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pejabat Kementerian LHK Tolak IPOP

Korporasi anggota Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) dinilai melakukan praktik diskriminatif karena menghambat petani kecil mengelola lahan perkebunan kelapa sawit.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Korporasi anggota Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) dinilai melakukan praktik diskriminatif karena menghambat petani kecil mengelola lahan perkebunan kelapa sawit.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang mengatakan IPOP telah berikrar untuk menolak praktik pembabatan hutan atau deforestasi. Konsekuensinya, petani baru akan kesulitan memasarkan hasil kebun mereka ke pabrik-pabrik pengolahan milik anggota IPOP.

“Saya pribadi menolak IPOP karena itu sama saja membuat rakyat kecil tidak boleh tanam sawit. Padahal masih banyak yang ingin,” katanya dalam Rapat Kerja Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat dan KLHK di Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Awang menilai wajar bila anggota IPOP menolak deforestasi karena sudah memiliki jutaan hektare (ha) lahan sawit di Indonesia.

Bahkan, kata Guru Besar Manajemen Hutan Universitas Gadjah Mada ini, di tingkat hilir IPOP menguasai 70%-80% rantai perdagangan sawit Indonesia.

Di tempat yang sama, Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengingatkan kembali bahwa kelapa sawit adalah komoditas andalan ekonomi nasional.

Indonesia bahkan menguasai 50% pangsa pasar minyak sawit mentah (CPO) global.

Saat ini, menurut Edhy, CPO telah menjadi  bahan baku utama produk yang menggunakan minyak nabati.

Sebelumnya, bahan baku nabati diperoleh dari komoditas lain seperti kedelai dan jagung. Hal ini tentu mengusik negara-negara penghasil komoditas tersebut.

“Sekarang terjadi perang besar antara CPO dengan minyak nabati lain. Sebelum ada sawit mereka adalah raja dunia,” katanya.

IPOP dideklarasikan pada September 2014 oleh korporasi sawit raksasa yakni Wilmar, Golden Agri Resources, Cargill, dan Asian Agri.

Pada Maret 2015 Musim Mas turut bergabung, menyusul kemudian Astra Agro Lestari.

Baru-baru ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan anggota IPOP berpotensi menjadi sarang kartel dalam industri kelapa sawit.

Dengan penguasaan hingga 70%, enam perusahaan dituding dapat mengatur harga dan suplai.

Namun, Ketua Tim Legal IPOP Ibrahim Senen membantah tuduhan itu.

Menurutnya, anggota IPOP hanya menghasilkan 13% dari total produksi kelapa sawit nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper