Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Logistik Indonesia Tolak Revisi Tarif Inap Priok

Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menolak revisi tarif progresif atas inap kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok yang menerapkan tarif progresif sejak hari kedua sebesar 300%.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menolak revisi tarif progresif atas inap kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok yang menerapkan tarif progresif sejak hari kedua sebesar 300%.

Dalam pertemuan antara PT Pelabuhan Indonesia II serta anak usahanya, Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok dan sejumlah asosiasi pengguna jasa pelabuhan disepakati free time hanya berlaku pada hari pertama.

Sementara itu, hari kedua dikenakan tarif progresif 300% dari tarif dasar, hari ketiga 600% dan hari keempat dan seterusnya menjadi 900% dari tarif dasar.

Ketua ALI Zaldy Ilham Masita mengungkapkan skema tarif baru atas biaya timbun tidak benar secara aturan dan kondisi di lapangan, karena sangat terlihat motif ekonomi dari Pelindo II untuk menambah penghasilan dari penderitaan para pengguna jasa pelabuhan.

“Kami meminta pihak OP dan Pelindo II untuk membatalkan skema baru ini,” tegasnya, Jumat (15/4/2016).

Alasannya, denda mulai hari kedua sangat tidak masuk akal karena masih banyak dokumen impor yang baru bisa didapat pemilik barang pada hari kedua dan ketiga dari kementerian terkait.

Selain itu, dia sangat menyayangkan produktivitas Jakarta International Container Terminal (JICT) yang menurun dan juga akses keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok yang sangat memprihatinkan.

Untuk itu, dia meminta revisi tarif progresif baru ini dicabut dan dikembalikan ke aturan yang lama yakni tarif progresif dimulai pada hari keempat.

Adapun besaran denda, dia menyarankan agar bisa direvisi menjadi 2.000%.

“Kan sama saja nilainya dengan skema baru, bedanya denda mulai berlaku pada hari keempat,” dalilnya.

Selain itu, dia meminta adanya insentif jika importir bisa mengeluarkan barang pada hari kedua dan ketiga.

Menurutnya, insentif itu dapat berupa pengurangan Terminal Handling Charge (THC) yang harus dibayar importir.

Dengan insentif ini, Zaldy melihat adanya keadilan sehingga semua pihak bisa bekerjasama menurunkan dwelling time atau waktu inap barang di Pelabuhan Tanjung Priok.

“Jadi fair, kalau lama kena denda dan kalau cepat dapat insentif,” ujarnya.

Terakhir, dia meminta agar Pelindo II memberikan refund kepada pemilik barang atas pemberlakuan tarif progresif lama yang dituangkan dalam SK Direksi Pelindo II No.HK 58/3/2/1/PLII-08 Tentang Tarif Pelayanan Jasa Peti Kemas pada Terminal Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.

Wakil Ketua Kadin Indonesia bidang Logistik dan Supply Chain Rico Rustambi meminta agar skema tarif progresif dicabut hingga semua Kementerian dan Lembaga siap terintegreasi dalam Indonesia Risk Management System (IRMS).

Bahkan, dia menilai kebijakan revisi tarif baru ini menyalahi Paket Kebijakan XII yang baru diluncurkan beberapa waktu lalu.

Dalam paket tersebut, dia mengatakan Kemenko Perekonomian memberikan target sinergi portal pelayanan Bea dan Cukai serta Badan Karantina pada Agustus.

Kementerian dan lembaga yang lain ditarget hingga akhir tahun ini tergabung dalam Indonesia Risk Management System (IRMS).

“Selama ini, penetapan tarif progresif oleh Pelindo II ini tidak melihat proses pengurusan dokumen yang sulit,” ungkapnya.

Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok Bay M. Hasani mengungkapkan prosedur penetapan tarif ini sepenuhnya hak Pelindo II.

“Referensi untuk penetapan, Pelindo II bisa sendiri menetapkan tarif progresif dan penalti tanpa harus bersepakat, cuma itu untuk menghindari kegaduhan dan protes-protes makanya kita komunikasikan dulu,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (15/4/2016).

Selain itu, prosedur penetapan skema tarif progresif ini sudah sesuai dengan dengan Permenhub No.6 Tahun 2013 J.o Permenhub No.15 Tahun 2014 tentang Jenis Struktur Tarif Jasa Kepelabuhanan .

Dia menekankan di dalam peraturan tersebut jelas dikatakan asosiasi yang terlibat dalam kesepakatan ini adalah ALFI dan Ginsi DKI Jakarta,

“Karena mitra kerja kami mereka yang berurusan di sini. Tidak mungkin kita berurusan dengan mitra kerja di bawah Pelabuhan Tanjung Priok.”

Dia menegaskan penetapan ini tidak menyalahi aturan Permenhub No.117/2015 tentang batasan longstay di pelabuhan.

Menurutnya, peraturan ini tidak mengatur soal tarif progresif sehingga penetapan tarif yang harus menyesuaikan dengan peraturan ini.

Dengan demikian, free time satu hari tidak menyalahi aturan.

Berkaitan dengan pelayanan 18 Kementerian dan Lembaga (K/L) yang belum bisa terintegrasi dan efisien, Bay menegaskan hal tersebut bukan urusan OP.

“Percepat dong [K/L] yang di luar, jangan kami ikutin di luar. Di luar yang ikut kami. Jangan kami yang disalahkan. Akibat pelayanan lambat menurut pemilik barang kenapa pelabuhan yang jadi sasaran,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper