Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REI: FLPP untuk Konsumen Berpenghasilan Hingga Rp7 Juta Harus Digesa

Real Estate Indonesia atau REI meminta pemerintah segera menggulirkan paket kebijakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP tahap dua untuk masyarakat berpenghasilan Rp3 juta-Rp7 juta.
Proyek perumahan sederhana/Ilustrasi-Bisnis
Proyek perumahan sederhana/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, DENPASAR- - Real Estate Indonesia atau REI meminta pemerintah segera menggulirkan paket kebijakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP tahap dua untuk masyarakat berpenghasilan Rp3 juta-Rp7 juta.

Ketua Umum REI Eddy Hussy‎ menyakini realisasi paket kebijakan itu akan dapat mendorong masyarakat kalangan menengah yang menetap di perkotaan mampu membeli rumah tinggal. Saat ini harga rumah bersubsidi masih diterapkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan plafon harga Rp113 juta-Rp185 juta per unit.

"Akan sangat pas paket kedua, karena seperti di Bali harga tanah sudah tinggi, sehingga masyarakat tidak dapat membangun rumah sesuai harapan. Kami berharap pemerintah pusat segera setujui [usulan REI]," jelasnya di sela-sela Rakerda REI Bali di Denpasar, Senin (11/4/2016).

REI mengusulkan pemerintah memberikan subsidi untuk masyarakat berpengasilan Rp3 juta-Rp7 juta, dengan harga plafon rumah FLPP senilai Rp120 juta-Rp250 juta, dan untuk wilayah seperti Papua seharga Rp184 juta-Rp350 juta per unit. Adapun masyarakat yang diusulkan mendapatkan fasilitas ini tidak saja karyawan, melainkan pekerja informal di kota besar seperti pedagang bakso dan makanan.

Dijelaskan olehnya, jumlah masyarakat berpengasilan dalam rentang penghasilan tersebut jumlahnya sangat banyak di perkotaan. Selama ini, karyawan tersebut tidak mampu membeli rumah akibat tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah dan masuk kategori tidak mampu.

Selain itu, sektor informal selama ini belum mendapatkan fasilitas pinjaman Kredit Pembiayaan Rumah (KPR), meskipun seperti BTN sudah sedikit demi sedikit menyentuh. Salah satu penyebabnya, kata dia, data yang dimiliki perbankan untuk pekerja informal berpengasilan Rp4 juta-Rp7 juta tidak ada.

Selain itu, REI juga mengusulkan ada bantuan pemerintah‎ dalam bentuk suku bunga murah 5%, dengan tenor 20 tahun dan uang muka dengan suku bunga 1%-5%. Jadi masyarakat bisa membeli rumah tanpa harus membayar suku bunga 12%, dan cicilan 20 tahun yang kenaikannya terlalu tinggi. Kecuali, pemerintah dalam hal ini mampu membuat perbankan menurunkan suku bunga satu digit maka subsidi rumah ini dapat ditinjau kembali.

Dia menegaskan usulan ini sekaligus menjawab keluhan dari sejumlah wilayah yang menilai penetapan harga rumah subsidi saat ini dinilai terlalu rendah, salah satunya Bali. Eddy menegaskan apabila usulan ini disepakati, maka dapat membantu wilayah seperti Bali yang saat ini meminta kenaikan plafon rumah subsidi seharga Rp180 juta per unit.

"Kalau terjadi, maka di Bali yang harga tanahnya tinggi, tetapi pendapatan masyarakatnya menurut survei banyak di atas Rp3 juta, bisa menggunakan fasilitas itu dari bantuan pemerintah," tuturnya.

Ketua DPD REI Bali I Gusti Made Aryawan menuturkan rumah bersubsidi susah direalisasikan di destinasi internasional ini, karena mahalnya harga tanah. Dia menegaskan dengan harga yang ditentukan oleh Kementerian PU Pera saat ini untuk Bali, yakni Rp135 juta per unit, tidak mungkin membangun rumah FLPP di Kota Denpasar dan Badung.

"Mudah-mudahan bisa dinaikkan plafon harga rumah subsidi untuk di Bali, sehingga bisa dialihkan ke daerah penunjang seperti Kabupaten Tabanan atau Klungkung," pintanya.

Dengan harga sekarang ini, FLPP di daerah ini harus mencari daerah-daerah pinggiran bahkan jauh dari pusat industri, seperti di Kabupaten Jembrana dan Buleleng. Itupun kondisinya, lokasi tanahnya sudah masuk pelosok dan jauh dari ideal.

Namun, apabila plafonnya dinaikkan menjadi minimal Rp180 juta per unit, pengembang masih memiliki ru‎ang gerak untuk membangun di Tabanan dan Klungkung. Meskipun dengan syarat, lokasinya sudah jauh dari syarat minimal 12 km dari kota.

Dia mengakui mahalnya harga tanah juga sudah diamini oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang menuturkan banyak pegawai negeri sipil tidak bisa membeli rumah di Kota Denpasar. Dia menyatakan idealnya pemerintah membuat kawasan zonasi untuk bangunan vertikal sehingga akan membantu menahan laju kenaikan harga tanah.

"Saya sudah buat kajian untuk Badung Selatan berupa apartemen hunian. Sekarang belum dapat tanggapan, kalau kemarin ke walikota Denpasar, tanggapannya cukup bagus," tuturnya.

Sementara itu, Penasehat DPD REI Bali Putu Agus Suradnyana mengatakan pengembangan rumah bersubsidi di Bali akan berhasil apabila infrastruktur terbangun dengan baik. Saat ini, akses ke Bali Selatan ke utara belum terbangun ideal sehingga jarak tempuhnya panjang.

Padahal, ujar Bupati Buleleng ini, apabila disediakan fasilitas infrastruktur jalan lurus akan dapat membantu pengembangan rumah subsidi ke daerah lain. Menurutnya, masyarakat Buleleng memiliki daya beli untuk membeli rumah subsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Feri Kristianto

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper