Bisnis.com, BANDUNG--Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia meminta pemerintah segera membuka keran impor garam industri menyusul stok di beberapa industri aneka pangan menipis.
Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.125/2015 tentang Ketentuan Impor Garam menyebutkan impor baru bisa dilakukan mulai 1 April.
Sekretaris Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara mengatakan impor garam pesimistis bisa direalsasikan pada bulan ini mengingat rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang dipimpin Kemenko Kemaritiman belum dilaksanakan.
Kondisi ini memicu kekhawatiran pada industri aneka pangan karena stok garam yang mulai menipis, sehingga mereka berpotensi berhenti produksi sementara.
"Impor tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat karena belum ada keputusan. Kalau produksi aneka pangan berhenti akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/4).
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera menggelar rakortas agar impor garam bisa dilakukan secepatnya, dan perizinan impor bisa segera diurus.
Menurutnya, mekanisme tersebut memerlukan waktu yang cukup lama karena melibatkan berbagai instansi. "Kami hanya ingin mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam negeri agar semakin membaik."
Adapun, impor garam seluruhnya dilakukan melalui Kementerian Perdagangan, karena pihak asosiasi hanya memberikan rekomendasi jumlah kebutuhan.
Dia mengungkapkan kebutuhan impor garam pada tahun ini sesuai dengan jumlah yang diperlukan industri mencapai 420.000 ton.
"Industri aneka pangan bersikeras agar pemerintah mengimpor garam industri akibat produksi garam di dalam negeri belum mampu memenuhi persyaratan."
Di samping itu, Cucu mendesak pemerintah mendata ulang terhadap produksi garam nasional, yang saat ini masih berbeda antara petani dan instansi terkait.
Pemerintah perlu membentuk tim verifikasi dengan melibatkan petambak, pengusaha, stakeholder, serta perguruan tinggi untuk mendapatkan data valid produksi garam dalam negeri.
Dia mengungkapkan, saat ini terdapat sekitar 26.000 hektare (ha) lahan tambak garam menghasilkan produksi maksimal 1,8 juta ton per tahun.
Adapun, potensi lahan yang belum digarap mencapai 17.000 ha. "Jadi kalau pemerintah menyebut produksi garam dalam negeri di atas 3 juta ton itu tidak benar. Karena produksi garam maksimal di dalam negeri 70 ton per ha," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jabar M. Taufik menyatakan garam hasil program usaha garam rakyat (Pugar) yang menggunakan teknologi geoisolator sejak tahun lalu belum bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan industri karena masih tahap percobaan.
Sentra produksi garam di Jabar di Indramayu dan Kabupaten Cirebon sejak tahun lalu sudah mulai menggunakan geoisolator bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui program pugar.
Akan tetapi, penyalurannya yang terlambat memicu hasil produksi garam kurang maksimal. “Hingga kini hasil produksi garam di Jabar belum cukup kualitasnya untuk memenuhi kebutuhan industri,” ungkapnya.
Taufik menjelaskan berdasarkan Permendag 125/2015 kualitas garam untuk kebutuhan industri minimal memiliki kandungan NaCl 97%, sedangkan garam untuk kebutuhan konsumsi harus memiliki NaCl 95%-97%.
“Sementara ini garam yang diproduksi petani di Jabar kualitasnya belum memenuhi standar yang ditetapkan untuk industri,” ujarnya.
Taufik menambahkan, produksi garam dengan geoisolator di Jabar masih pada tahap percobaan dengan skala kecil. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan industri, harus dalam skala besar dan melewati tahap pengujian laboratorium.
Stok Garam Industri Menipis
Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia meminta pemerintah segera membuka keran impor garam industri menyusul stok di beberapa industri aneka pangan menipis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Adi Ginanjar Maulana, Maman Abdurahman
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium