Bisnis.com, JAKARTA — Tanggungjawab moral ahli perencana semakin berat seiring dimulainya era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), apalagi di tengah sistem penataan ruang nasional saat ini yang kurang mendukung.
Ketua Umum DPP Ikatan Ahli Perencana (IAP), Bernardus Djonoputro menegaskan, tantangan tersebut menjadikan IAP memiliki peran strategis untuk mempersiapkan profesional perencana di Indonesia menjadi bagian dari pasar besar Asean.
Berdasarkan Index Kenyamanan atau Indonesian Most Livable City Index yang dilansir IAP pada 2014 terungkap bahwa hampir 50% warga kota di Indonesia menganggap kotanya tidak nyaman. Dengan lebih dari 25 kota bertumbuh menjadi kota dengan lebih dari satu juta penduduk.
“Ini menjadi tantangan dan tanggungjawab bersama yang perlu diantisipasi IAP,” ungkap Bernardus melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Selasa (5/4/2016).
Hal tersebut diungkapkannya saat menjadi narasumber dalam diskusi publik bertajuk “Inovasi dan Kreativitas dalam Perencanaan” yang diadakan IAP di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, akhir pekan lalu.
Sayangnya, di tengah persaingan tersebut, ungkap dia, sistem penataan ruang nasional justru masuk ke dalam masa paling kritis.
Salah satunya dengan munculnya Perpres No 3/2016 dan Surat Edaran Menteri Koordinator Perekonomian No 163/2015 yang meminta rencana tata ruang untuk menyesuaikan diri dengan arah, bentuk, dan pola kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan pemerintah. Hal itu sangat aneh dan di luar koridor cara berpikir merencana.
Menurut Bernardus, percepatan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing harus di dukung, tetapi bukan dengan prosedur potong kompas dan mengabaikan rencana tata ruang itu sendiri.
Sejatinya, rencana tata ruang adalah produk hasil proses bottom-up dan kesepakatan multi stakeholder yang harus dipatuhi oleh semua stakeholder pembangunan termasuk pemerintah.
“Apabila pemerintah membutuhkan penyesuaian rencana tata ruang, maka aturan mainnya perlu disempurnakan dulu yakni UU 26/2007 tentang Penataan Ruang. Bukan justru mengeluarkan aturan yang mengesankan rencana tata ruang sebagai penghambat investasi,” tegas Bernardus.