Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nelayan di Bali Protes Kebijakan Menteri Susi Soal Lobster

Ratusan nelayan dari Jembrana dan Tabanan mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti segera mencabut kebijakan yang dinilai merugikan nelayan.
Nelayan Lobster/Ilustrasi
Nelayan Lobster/Ilustrasi

Bisnis.com, DENPASAR - Ratusan nelayan dari Jembrana dan Tabanan mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti segera mencabut kebijakan yang dinilai merugikan nelayan.

Menurut Ketua Paguyuban Nelayan Seluruh Bali Ketut Arsana Yasa, larangan jual beli lobster berukuran berat di bawah 200 gram seperti diatur dalam Permen No.1/2014 tentang Penangkapan Lobster, Keiting, dan Rajungan menyebabkan tangkapan nelayan lobster di Tabanan dan Jembrana turun hingga 70%.

Selain itu, nelayan juga mendesak pencabutan Permen KP No.56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Negara RI, dan Permen KP No.57/2014 tentang Pelarangan Transhipment untuk jenis kapal apapun.

"Kami suarakan penolakan karena kebijakan Susi mengakibatkan nelayan tidak bisa menyekolahkan anak. Karena itu kami menuntut hak kami sehingga pendapatan normal dan mencerdaskan kehidupan bangsa‎," tegasnya di Kantor DPRD Bali, Denpasar, Senin (4/4/2016).

Desakan dari nelayan disampaikan dalam bentuk unjuk rasa yang diikuti sekitar 600 orang nelayan ke Gedung DPRD Bali.‎ Arsana menuturkan ‎sebelum keluarnya kebijakan itu, nelayan tradisional di Tabanan masih mampu menangkap hingga 1,5 kg lobster per hari menggunakan alat bubu.

Namun, kini tangkapan mereka mesorot drastis, karena lobster dengan berat di atas 200 gram sangat sedikit.‎ Dia mendesak Susi memahami kondisi ini, karena jumlah nelayan yang menggantungkan tangkapan lobster di seluruh Bali mencapai 2.000 orang.‎

Apalagi, lanjutnya, kini sudah banyak nelayan lobster yang kini beralih menjadi buruh dan pedagang, karena tidak bisa menjual.

Salah seorang nelayan asal Tabanan Nyoman Kariana mengakui sangat susah menangkap lobster dengan berat di atas 200 kg, karena sangat jarang lobster berat di atas itu di perairan sekitar Bali.

Kondisi tersebut diperparah harga jual lobster berat lebih dari 200 gram, hanya Rp300.000 per kg, sedangkan ukuran sekitar 100 gram justru lebih mahal, yakni Rp450.000 per kg. "Harusnya lebih mahal, tetapi tidak tahu kenapa kok malah lebih murah," tuturnya.

‎Mengacu data Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, produksi lobster pada 2015 sebanyak 135 ton, turun 17,3% dibandingkan hasil produksi tahun sebelumnya 163,3 ton. Adapun ekspor lobster tahun lalu ikut turun sebesar 13,5%, menjadi 91,59 ton dari tahun sebelumnya 105,84 ton.

Penurunan tersebut juga diikuti oleh turunnya nilai ekspor sebesar 3,1% menjadi US$2,41 juta dari sebelumnya US$2,49 juta.‎ Adapun negara tujuan ekspor lobster dari Bali adalah China, Taiwan, Jepang, Korsel serta Amerika Serikat.

Kadis Kelautan dan Perikanan Bali I Made Gunaja‎ mengakui penurunan produksi dan nilai ekspor tersebut dampak pemberlakuan larangan dari KKP. Diakuinya, tujuan kebijakan ini untuk kelestarian dan menjaga ekosistem lobster dan agar kualitas ekspornya semakin baik.

Hanya saja, kondisi di sini berbeda, karena potensi lobster di perairan daerah ini, 87% merupakan lobster berukuran 100 gram-200 gram. Fakta lainnya, lobster di perairan ini yang memiliki berat 100 gram sebetulnya sudah bertelur.‎ Alhasil, larangan menangkap lobster yang bertelur untuk diperjual belikan akan tambah susah diterapkan.

"Mungkin di tempat lain lebih besar baru bertelur.‎ Di bali untuk pertumbuhan lobster pasir lama sekali," tuturnya.

Dinas Kelautan dan Perikanan Bali mengaku sudah menyampaikan ‎permasalahan ini ke Dirjen Perikanan Tangkap, tetapi belum mendapatkan respon. ‎Terkait masalah pembatasan kapal eks asing, DKP Bali juga sudah menyampaikan usulan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan agar menghapuskan daftar 83 unit kapal eks asing di Pelabuhan Benoa pada 26 Januari 2016 silam.

Menurutnya, pelaku usaha perikanan di Benoa kini sedang kebingungan dengan keputusan pemerintah pusat paska penghapusan daftar negatif kapal tersebut. Pasalnya, pemilik kapal kebingungan status kapal tersebut akan diapakan.

" Sekarang apakah kalau dijual keluar negeri laku tidak. Itu dasar keberatan teman-teman pemilik. Padahal kalau sudah dibeli maka sah milik tenaga kerja Indonesia. Mereka bayar pajak berdasarkan GT. Kalau di bawah 30 gt itu retribusi," jelasnya.

Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama menyatakan akan membuat surat rekomendasi ke Presiden Joko Widodo agar memperhatikan persoalan ini. Dia mendesak pemerintah pusat memperhatikan kondisi nelayan lobster di Bali yang memang tidak memungkinkan menangkap‎ berat di atas 200 gram.

"Kondisi di lapangan di sini lobster pasir yang 200 gram sudah bertelur padahal menurut permen bertelur tidak boleh. Disamping itu pakai bubu. Kalau disarankan tangkap di atas itu, kedalamannya harus 70 meter," jelasnya.

Adi meminta presiden memberikan perharian lebih terhadap masalah ini, karena keputusan Susi dinilai kontraproduktif dengan program Nawacita. Selain berencana mengirim surat rekomendasi, DPRD Bali juga akan mengirimkan perwakilan menghadap Susi pada 6 April.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Feri Kristianto

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper