Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONFLIK AGRARIA: 16 Hari Jalan Kaki ke Jakarta, Ini Desakan Petani Jambi

Sekitar 300 lebih petani Jambi dan kelompok Suku Anak Dalam (SAD) telah melakukan aksi jalan kaki selama 16 hari lamanya dari Jambi ke Jakarta, mendesak Presiden Joko Widodo menyatakan darurat agraria
Presiden Joko Widodo (tengah), didampingi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani (ketiga kiri), dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek (kedua kiri) membagikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) kepada warga Suku Anak Dalam (Orang Rimba) saat melakukan kunjungan ke Desa Bukit Suban, Air Hitam, Sarolangun, Jambi, Jumat (30/10)./Antara
Presiden Joko Widodo (tengah), didampingi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani (ketiga kiri), dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek (kedua kiri) membagikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) kepada warga Suku Anak Dalam (Orang Rimba) saat melakukan kunjungan ke Desa Bukit Suban, Air Hitam, Sarolangun, Jambi, Jumat (30/10)./Antara
Bisnis.com, JAKARTA - Sekitar 300 lebih petani Jambi dan kelompok Suku Anak Dalam (SAD) telah melakukan aksi jalan kaki selama 16 hari lamanya dari Jambi ke Jakarta, mendesak Presiden Joko Widodo menyatakan darurat agraria.
 
Koordinator Lapangan Joko Supriyadi Nata menuturkan para petani tadi malam telah sampai di Desa Letang, Kecamatan Babat Supat, Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Mereka pun disambut oleh Kepala Desa Letang, Majudan Digono dan menyiapkan aula desa sebagai tempat beristirahat.
 
Joko menegaskan para petani Jambi dan warga SAD menempuh aksi jalan kaki terkait dengan konflik agraria yang hingga kini belum rampung. Di antaranya adalah di Desa Kunangan Jaya I dan II (Kabupaten Batanghari) dan Desa Mekar Jaya (Kabupaten Sarolangun).
 
"Menuntut Presiden menyatakan darurat agraria dan membentuk komitem reforma agraria," kata Joko dalam keterangannya, Sabtu (2/4/2016).
 
Dia menuturkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga didesak untuk menerbitkan Surat Keputusan Hutan Tanaman Rakyat terkait dengan upaya penyelesaian konflik tersebut. Diketahui, persoalan lahan untuk warga SAD telah terjadi di awal 1990-an.
 
Para warga sendir berkonflik dengan tiga sektor perusahaan, yakni restorasi, perkebunan sawit dan kertas. Oleh karena itu, para petani mendesak agar pemerintah menyelesaikan masalah itu dengan berpedoman pada Pasal 33 UU 1945 dan UU Pokok Agraria 1960.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anugerah Perkasa

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper