Bisnis.com, JAKARTA – Relokasi lahan gambut dimulai dengan wilayah konsesi perusahaan sebagai prioritas rehabilitasi.
Pada tahun ini, sebagian besar areal gambut yang menjadi prioritas untuk direhabilitasi atau dipulihkan berasal dari kawasan konsesi perusahaan.
Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) menyatakan dari luas peta indikatif yang harus dipulihkan pada tahun ini seluas 834.491 ha, sebanyak 77% atau 646.672 ha berada di kawasan budidaya.
Kawasan budidaya tersebut terdiri dari konsesi perusahaan, lahan masyarakat, open access dan wilayah buffer zone atau wilayah penyangga. Adapun, sebanyak 23% atau 187.819 ha kawasan yang harus direstorasi berada di kawasan lindung.
“Kawasan budi daya pada tahun ini paling banyak masuk peta untuk kami restorasi. Salah satu yang paling besar berasal dari konsesi perusahaan,” katanya, usai paparan di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (31/3/2016).
Namun, Nazir belum bisa memerinci detail luas areal konsesi perusahaan, lahan masyarakat dan buffer zone karena saat ini masih dikaji.
Begitu juga dengan jumlah izin konsesi perusahaan yang berada dalam pantauan sebagai kawasan yang harus direstorasi.
Meski demikian, dia memperkirakan izin konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI) seimbang dalam komposisi konsesi perusahaan yang harus memulihkan gambutnya pada tahun ini.
Nantinya, Nazir menjelaskan restorasi di kawasan konsesi akan dilakukan dengan menggunakan biaya dari perusahaan masing-masing, sementara bagi lahan masyarakat akan didanai dari APBN atau dana donor.
Selain itu, restorasi di wilayah buffer zone akan menggunakan dana share antara perusahaan di sekitar zona, bersama dengan pemerintah dan dana donor.
Sampai saat ini, Nazir mengatakan dana donor atau hibah dari sejumlah foundation maupun pemerintahan asing berkomitmen menyumbang US$130 juta. Dari jumlah itu, sebanyak US$60 juta akan cair untuk operasional tahun ini.
Untuk melakukan restorasi yang maksimal, pihaknya memperkirakan memerlukan dana sekitar Rp12 juta per ha setiap tahunnya.
Selain bertumpu dari dana donor, BRG juga akan menggunakan dana APBN yang telah dialokasikan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta mempersiapkan usulan anggaran tambahan dalam APBN-P.
“Mungkin kebutuhan itu sekitar Rp12 triliun lebih ya. Kami akan hitung luasan yang akan dibayar dari donor, mana dari APBN juga dari perusahaan,” ujarnya.
Berdasarkan Perpres No.1/2016 tentang Badan Restorasi Gambut, BRG ditugaskan untuk merehabilitasi dan merestorasi 2 juta ha lahan gambut dalam lima tahun ke depan.
Delapan provinsi yang akan menjadi sasaran pemulihan gambut antara lain Sumatra Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua.
Adapun, pada tahun ini luas peta indikatif yang ditetapkan baru akan berfokus pada Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah, Kabupaten Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, dan Kabupaten Meranti Provinsi Riau.