Bisnis.com, JAKARTA— Kalangan pengembang perumahan dan permukiman kemungkinan merevisi target pembangunan perumahan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah tahun ini akibat sulitnya persyaratan pengajuan kredit perumahan rakyat dengan fasilitas subsidi pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan, akhir tahun lalu Apersi menetapkan target pembangunan rumah dalam program sejuta rumah tahun ini sebanyak 120.000 unit.
Sebanyak 100.000 unit di antaranya akan diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sedangkan 20.000 unit lainnya untuk non-MBR. Jumlah tersebut meningkat dari target tahun lalu yang masih sebesar 65.000 unit dengan realisasi sekitar 81.000 unit.
Akan tetapi, sepanjang kuartal pertama tahun ini, pelaksanaan kredit perumahan rakyat (KPR) dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) jauh lebih sulit dibandingkan tahun lalu. Alhasil, realisasi pembangunan rumah oleh Apersi sepanjang kuartal pertama tahun ini bahkan tidak mencapai 10% dari target.
“Sekarang sangat sulit untuk melakukan akad kredit, syaratnya ketat sekali. Kalau seperti ini, akan terjadi penurunan yang drastis, bahkan bisa 50% lebih rendah dari capaian tahun kemarin kalau pemerintah tidak segera ambil sikap,” katanya melalui sambungan telepon, diutip Rabu (30/3/2016).
Oleh karena itu, tuturnya, saat ini Apersi tengah mempertimbangkan untuk merevisi target tersebut. Eddy mengatakan, Apersi sudah menyampaikan kepada perbankan dan pemerintah terkait penetapan syarat yang memberatkan tersebut, tetapi belum ada langkah nyata yang menggembirakan.
Eddy mengatakan, salah satu contoh syarat yang memberatkan tersebut yakni kewajiban pemasangan instalasi listrik sebelum akad kredit dilakukan. Padahal, butuh waktu beberapa bulan untuk itu.
“Kalau kita tunggu itu, berarti untuk membangun proyek berikutnya harus tunggu akad dulu, ini yang memberatkan. Itu baru salah satu, masih ada beberapa kesulitan lainnya di lapangan,” ungkapnya.
Padahal, di sisi lain, tahun ini pemerintah menyiapkan anggaran FLPP yang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, yakni Rp9,3 triliun. Tahun lalu, FLPP hanya sebesar Rp5,1 triliun dan sudah habis terserap di pertengahan tahun.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan fasilitas tambahan berupa subsidi selisih bunga (SSB) tahun ini sebesar Rp2,1 triliun. Kedua bantuan tersebut memungkinkan masyarakat menikmati bunga pinjaman perumahan sebesar 5% selama 20 tahun.
Pemerintah juga meningkatkan akan mengucurkan bantuan uang muka sebesar Rp1,2 triliun, jauh lebih tinggi dari 2015 yang hanya Rp220 miliar. Total subsidi pemerintah tahun ini dengan demikian mencapai Rp12,5 triliun.
Sepanjang tahun lalu, menurut data Kementerian PUPR, realisasi pembangunan rumah dengan FLPP mencapai 76.489 unit dengan total nilai FLPP Rp6 triliun. Jumlah tersebut diestimasikan akan meningkat seiring peningkatan kucuran subsidi.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus mengatakan, pemerintah juga sudah memberikan fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% bagi rumah MBR dan menaikan batas harga rumah susun bebas PPN menjadi Rp250 juta.
“Dengan ini daya beli masyarakat akan meningkat sehingga seharusnya target sejuta rumah itu tahun ini akan dapat tercapai,” katanya.
Sepanjang tahun lalu, menurut data Kementerian PUPR, realisasi pembangunan sejuta rumah hanya sekitar 70% dari target sejuta unit. Pemerintah masih menjanjikan sejumlah pembenahan regulasi dan koordinasi yang semakin efektif dengan daerah agar realisasi pembangunan rumah dapat lebih tinggi tahun ini.