Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Farouk Muhammad menanggapi konflik antara transportasi publik konvensional dengan berbasis aplikasi disebabkan karena lemahnya regulasi dan minimnya komunikasi antarpihak.
"Disadari selama ini bahwa regulasi yang mengatur transportasi berbasis aplikasi belum memadai dan sesuai, sehingga pengaturan atas praktik operasinya tidak dapat diawasi serta dikendalikan sepenuhnya. Untuk mengaturnya, perlu perubahan regulasi dan adaptasi sistem yang lebih baik," katanya, Kamis (24/3/2016).
Farouk menjelaskan secara faktual UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) belum mengatur transportasi berbasis aplikasi.
Kondisi tersebut, menurutnya, pada akhirnya menghasilkan solusi yang pragmatis, karena setiap sektor menyelesaikan persoalan berdasarkan pijakan masing-masing.
"Penyelesaian persoalan kisruh transportasi ditanggapi dengan cara yang berbeda dari setiap pihak dan instansi, karena mereka memandang mekanisme serta regulasi yang tidak sama," ujarnya.
Dia mengatakan selain perlu duduk bersama untuk mengintensifkan komunikasi, perlu juga adanya inisiasi dalam sinkronisasi regulasi teknis.
Menurutnya, perkembangan yang cepat dalam dunia Information Communication and Technology (ICT) mendorong perubahan pola serta perilaku transportasi publik saat ini yang cenderung lebih efisien.
"Biaya dan tarif yang tinggi bisa dipangkas dengan meminimalisir rantai operasional, dengan adanya pengalihan pada informasi berbasis aplikasi," katanya.
Menurut Farouk, pengguna saat ini tidak memerlukan waktu dan biaya yang besar untuk menggunakan transportasi, karena pilihan yang tidak lagi terbatas.
Namun, dia menilai perubahan tersebut tidak diimbangi dengan adanya integrasi dan adaptasi cepat dari layanan transportasi publik yang saat ini ada, seperti taksi dan bus.
"Apabila dibangun komunikasi dan kesepahaman, akan memberikan manfaat yang besar kepada publik maupun pelaku jasa transportasi," katanya.