Bisnis.com, JAKARTA - Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok mendorong PT Pelindo II menyiapkan fasilitas pusat konsolidasi barang secara terpadu atau container freight station centre (CFS) untuk layanan kargo impor berstatus less than container load di pelabuhan Tanjung Priok.
“OP Priok selaku regulator mendorong adanya CFS centre tersebut apalagi hal ini juga sejalan dengan program Bea dan Cukai Pelabuhan Priok supaya memudahkan pengawasan masuknya barang impor berstatus less than container load (LCL) lewat Priok,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (12/3/2016).
Bay mengatakan, penyediaan fasilitas CFS centre itu selain untuk menekan biaya logistik dan dwelling time di Pelabuhan Priok juga untuk menghindari praktik tarif liar dalam penanganan barang impor berstatus LCL di lini dua pelabuhan Priok.
“Kami selama ini juga banyak menerima keluhan dari pengguna jasa soal mahalnya biaya kargo LCL di pelabuhan Priok akibat tidak bisa dikontrol, Kalau kegiatannya di pusatkan otomatis bisa diimplementasikan single billing,” tuturnya.
Dia mengatakan, biaya penanganan kargo impor bestatus LCL selama ini bukan hanya sekedar menyangkut ongkos pergudangan maupun storage saja tetapi juga ada komponen lain yang merupakan domain dari perusahaan forwarder yang menangani pergerakan barang LCL tersebut.
Bay juga merespon positif upaya sejumlah operator pergudangan tempat penimbunan sementara (TPS) di wilayah pabean Pelabuhan Tanjung Priok yang sudah menyepakati keseragaman tarif layanan gudang di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
Mulai 1 April 2016, tariff layanan pergudangan untuk barang impor berstatus LCL di pelabuhan Priok dikenakan Rp.150.000 per ton/kubik metrik ton (minimum 2 Cbm) dengan komponen receiving, delivery dan mekanis.
Sedangkan, untuk tarif layanan barang berbahaya atau dangerous cargo (DG) dikenakan Rp.300.000 untuk DG label dan Rp.450.000 untuk DG non-label.
“Jika semua komponen tarif gudang dan forwarder charges itu bisa di single billing kan tentunya akan memberi kepastian bagi dunia usaha,” paparnya.
Penyiapan fasilitas CFS Centre, kata Bay, juga merupakan bagian dari rencana KPU Bea dan Cukai Tipe A tanjung Priok dalam melakukan penataan lokasi layanan kargo impor LCL yang saat ini tersebar di beberapa lokasi di areal pabean pelabuhan Priok.
Praktisi dan Pemerhati Logistik yang juga Busines Development PT.Agung Raya, Wisnu Waskita mengatakan, dengan kehadiran CFS centre di Pelabuhan Tanjung Priok diyakini mampu memangkas 40% ongkos logistik yang berasal dari kegiatan pelayanan kargo LCL mengingat implementasi single billing layanan tersebut bisa direalisasikan.
Selain itu, kata Wisnu, fasilitas CFS centre akan menjadi icon terbaru dari pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu gerbang perekonomian nasional dalam melayani 65% arus barang ekspor impor.
“Tentunya fasilitas tersebut juga mesti dilengkapi dengan sarana dan prasarana lengkap termasuk sistem IT memadai sebagaimana yang sudah diterapkan oleh pelabuhan berskala internasional,” ujarnya.
Pelaksana tugas (Plt) Dirut Pelindo II, Dede R.Martin mengatakan konsep pemusatan konsolidasi barang di pelabuhan hendaknya sejalan dengan program pemerintah saat ini yang sedang mendorong hadirnya pusat logistik berikat atau PLB.