Bisnis.com, JAKARTA— Perguruan Tinggi berbasis teknologi semakin dibutuhkan untuk mencetak ahli teknik dan insinyur siap pakai guna mengatasi kondisi kekurangan insinyur yang masih terjadi di tanah air. Di sisi lain, peran serta pemerintah untuk mempersiapkan kurikulum dan fasilitas pendukungnya menjadi salah satu faktor yang menentukan.
Wacana itu mengemuka saat acara Pelantikan Pengurus Baru Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia (YTPI), Rabu (02/03). YTPI merupakan lembaga yang menaungi pendirian Institut Teknologi Indonesia (ITI) pada 1984.
Ketua YPTI B.J. Habibie mengungkapkan , peningkatan keteretenaga insinyur di Indonesia kini sudah sedemikian mendesak. Terutama untuk mengisi kebutuhan SDM handal dalam mendukung rencana percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang menjadi prioritas utama Presiden Jokowi.
“Persaingan sudah di depan mata. Diperlukan langkah cepat di dunia pendidikan di Indonesia, khususnya yang berbasis keteknikan, untuk bersamasama mengatasi kesenjangan kebutuhan tenaga insinyur secara cepat, tetapi tetap berkualitas”, ujarnya seperti dikutip dari keterangan resmi, Rabu (2/3).
Senada dengan hal tersebut, Ketua Umum Pengurus YPTI Marzan Aziz Iskandar mengatakan, saat ini jumlah insinyur di Indonesia tercatat sebagai yang terendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Menurutnya, saat ini Indonesia hanya memiliki 3.038 orang insinyur per satu juta penduduk. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan Singapura yang memiliiki 28.235 insinyur per satu juta penduduk. Sementara itu, Filipina memiliki 5.170 insinyur per satu juta penduduk dan Vietnam mempunyai 8.917 orang insinyur per satu juta penduduk.
“Ternyata, hanya 15% saja dari jumlah seluruh mahasiswa kita yang menuntut ilmu di bidang engineering. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 24%, Cina 38%, dan Korea Selatan yang sudah 33% . Jadi, sudah jelas, negara kita saat ini sedang mengalami defisit jumlah insinyur sebesar 25.000. Jumlah yang banyak sekali,” ujarnya.
Ketua Dewan Pakar Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Bobby Gafur Umar mendesak pemerintah untuk mengambil langkah cepat mengatasi kesenjangan ini. Jika tidak, dia meyakini kesenjangan jumlah insinyur itu akan menjadi kian lebar.
“Kita perlu tambahan insinyur dalam jumlah yang sangat besar, dan dalam waktu yang secepat-cepatnya,” ujarnya.
Marzan Aziz Iskandar, Mantan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menilai besarnya peran perguruan tingi untuk mengisi kekurangan insinyur. Dia mengatakan perlunya lebih banyak perguruan tinggi berbasis keteknikan yang dapat dengan cepat mencetak insinyur cakap dan siap bekerja.
“Visi ITI ini adalah menjadi ‘technology- based entrepreneur university’. Tentunya dengan visi yang demikian, ITI akan menjadi lembaga perguruan tinggi yang harusnya paling siap mewujudkan harapan seperti yang disampaikan Pak Habibie..,” ujarnya.