Bisnis.com, JAKARTA—Tidak sesuainya spesifikasi garam lokal untuk industri dinilai akibat kebijakan pemerintah yang hanya terfokus pada persoalan tata niaga tanpa memperbaiki produksi di sektor hulu.
Faisal Basri, ekonom Universitas Indonesia, mengatakan pemerintah harus mengintervensi proses produksi di level petani guna meningkatkan kualitas produksi. Dengan demikian, tujuan menghentikan impor garam dapat terwujud.
“Bahkan pusat riset garam saja Indonesia tidak punya. Sementara di sisi lain teriak-teriak swasembada garam dengan menutup impor garam industri. Perbaiki dulu tata produksi di dalam negeri, baru tutup impor garam,” ujarnya, Rabu (2/3/2016).
Menurutnya, mekanisme produksi garam lokal yang masih tradisional serta nilai keekonomian rendah menyebabkan hasil produksi tidak dapat diserap industri. Dalam hal ini perlu intervensi pemerintah dalam mekanisme produksi petani.
Di India, misalnya, dengan karakter petani garam yang serupa dengan Indonesia, pemerintah menyiapkan air bahan baku garam dan disalurkan kepada petani skala kecil. Kemudahan mendapatkan bahan baku ini meningkatkan nilai keekonomian produksi.
Selain itu, program swasembada yang dicanangkan pemerintah untuk seluruh komoditas tidak boleh mengorbankan masyarakat seiring kenaikan harga yang tinggi di dalam negeri.
“Harga beras, jagung dan komoditas pangan lainnya didunia sedang turun. Tetapi di Indonesia tidak pernah turun, karena program swasembada memperketat atau menghentikan izin impor. Sementara rantai pasok di dalam negeri tidak ekonomis,” tuturnya.