Bisnis.com, SURABAYA--Pengolahan abu batu bara di Indonesia salah satunya dilakukan oleh perusahaan pembangkit listrik.
PT Pembangkitan Jawa-Bali, anak usaha PT PLN (Persero), salah satu yang melakukannya terhadap pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU) Paiton.
Direktur Pengembangan dan Niaga PJB Muljo Adji A.G. mengatakan PLTU Paiton 1 dan 2 setiap tahun membutuhkan 1,2 juta ton batu bara. Dua pembangkit yang berkapasitas 800 MW ini menghasilkan 1,2 ton abu batu bara baik fly ash maupun bottom ash.
“Pengoperasian PLTU tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan listrik, tetapi juga menyangkut masalah lingkungan dan keselamatan kerja,” tuturnya kepada Bisnis.
Batu bara yang dikonsumsi PLTU Paiton milik PJB pada akhirnya membangkitkan 5.606,18 GWh. Angka ini terbesar ketiga setelah PLTGU dan PLTU gas/BBM di Gresik sebesar 12.814 GWh, serta PLTGU maupun PLTU gas/BBM di Muara Karang.
Sementara peran PJB sebagai jasa operasi dan perawatan dalam proyek FTP tahap I, perseroan berkiprah dalam lima unit pembangkit berbahan bakar batu bara. Pembangkit yang dimaksud adalah PLTU Rembang, Tanjung Awar-awar, Paiton Baru, Pacitan, dan Indramayu.
Muljo mengatakan saat ini baru PLTU Paiton 1 dan 2 yang sudah mengolah abu batu bara menjadi bahan baku konstruksi. Sayangnya hal ini belum menular kepada pembangkit lain yang dioperasikan PJB. “Kalau pembangkit FTP I sejauh ini belum mengolah abu coal mereka,” tuturnya.
Manajer Lingkungan PJB Ajrun Karim menyatakan untuk Paiton 1 dan 2 seluruh fly ash yang diproduksi sudah diserap menjadi bahan baku konstruksi. Tidak ada skema jual beli dengan perusahaan semen yang mengambil abu-abu batu bara.
“Ini zero cost. Yang sudah dimanfaatkan sudah 100% fly ash dari Paiton, tetapi bottom ash-nya belum masih landfill,” tuturnya.
Pengoperasian PLTU jelas berkorelasi dengan bertambahnya abu batu bara. Coal ash ini merupakan produk sampingan dari proses pembakaran batu bara sebagai bahan bakar di boiler. Saat ini volume debu yang tinggi sebagian besar ditimbun dalam landfill, sehingga kapasitas tampung makin terbatas.