Bisnis.com, JAKARTA - Peraturan Menteri Perhubungan tentang relokasi barang impor yang melewati batas waktu penumpukan di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta sebagaimana tertuang dalam Permenhub No. 117/2015 hingga kini tidak bisa dilaksanakan meskipun beleid itu sudah diundangkan sejak Agustus 2015.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) Reza Darmawan mengatakan sudah enam bulan beleid untuk mendorong kelancaran arus barang dan peti kemas tersebut diterbitkan tetapi belum pernah diimplementasikan di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Padahal beleid tersebut sudah disosialisasikan berkali-kali kepada para pemangku kepentingan terkait termasuk dengan seluruh pengelola terminal peti kemas di pelabuhan Priok,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (16/2/2016).
Reza mengatakan pelaku usaha juga mempertanyakan komitmen dan peran dari Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dalam mengawal sekaligus mengawasi implementasi Permenhub tersebut.
Pasalnya, kata dia, rapat kordinasi dan sosialiasi beleid itu sudah berulang kali dilaksanakan dan juga melibatkan Aptesindo namun hingga kini tidak pernah ada tindak lanjut dan kemauan yang kuat dari regulator untuk melaksanakan aturan tersebut.
“Kalau aturan setingkat Menteri Perhubungan dibuat lalu tidak pernah dilaksanakan apa gunanya? Apakah ini hanya untuk kepentingan politis saja terkait dwelling time? Kami merasa heran mengapa Kemenhub kok diam saja melihat kondisi ini,” paparnya.
Aptesindo menilai jika Permenhub No. 117/2015 tidak bisa dilaksanakan di pelabuhan Priok sama halnya kewibawaan regulator selaku kepanjangan tangan pemerintah di pelabuhan sangat rendah.
“Kalau beleid itu tidak bisa dijalankan silahkan kalau Kemenhub mau mencabut atau membatalkanya supaya ada kepastian iklim bisnis di pelabuhan. Tidak seperti sekarang ini kondisinya serba tidak jelas,” tuturnya.
Reza mengatakan operator depo tempat penimbunan sementara di wilayah pabean Tanjung Priok anggota Aptesindo sebelumnya juga sudah melakukan pembenahan internal guna menyesuaikan dengan beleid tersebut.
Pembenahan itu, ujar dia, dilakukan dengan menyiapkan investasi peralatan dan sistem online berbasis informasi tehnologi bahkan sudah siap menerapkan pengamanan peti kemas secara elektronik guna memberikan efisiensi layanan saat relokasi barang di lakukan dari terminal peti kemas ekspor impor ke lokasi tempat penimbunan sementara (TPS) di wilayah pabean Priok.
Reza mengatakan, saat ini terdapat 12 lokasi TPS penyangga atau buffer wilayah pabean Pelabuhan Tanjung Priok dengan luas lahan eksisting mencapai 16 Ha. “Namun dengan tidak berjalannya beleid tersebut saat ini kondisi TPS memprihatinkan dengan tingkat yard occupancy ratio rata-rata hanya di bawah 5%. Jika kondisi ini terus berlanjut justru akan menyebabkan TPS berhenti operasional yang berujung pada PHK pekerjanya,”tuturnya.
Untuk itu, Aptesindo mengharapkan peran regulator dengan memerhatikan kelangsungan iklim bisnis di pelabuhan Priok secara adil yang selama ini juga digeluti dunia usaha swasta di pelabuhan, sebab bisnis inti terminal peti kemas adalah melaksanakan layanan kapal dan bongkar muat bukan mengandalkan pendapatan dari kegiatan storage peti kemas.
Dikonfirmasi Bisnis, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby R. Mamahit merasa kaget adanya laporan bahwa Permenhub 117/2015 belum bisa dijalankan di pelabuhan Priok.
“Saya akan cek langsung, kalau tidak jalan apa alasannya. Beleid ini merupakan peraturan dan perundang-undangan yang sah. Saya minta Kepala OP Priok melaksanakannya dan mengawal implementasi di lapangan,”ujar Bobby.