Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun pemerintah tengah menggenjot investasi asing melalui revisi daftar negatif investasi (DNI) , stigma negatif mengenai investasi asing di tengah masyarakat masih dirasakan oleh investor.
Hal tersebut diungkapkan oleh John Aryananda, President Commissioner PT China Communications Construction Indonesia , BUMN asal China yang bergerak di bidang konstruksi dan infrastruktur yang menilai stigma negatif itu umumnya muncul dari kalangan awam, atau non-stakeholders. Padahal, ujar dia, pemerintah membutuhkan pihak swasta, termasuk investor asing untuk berkontribusi dalam pembangunan.
"Pengertian publik tentang perlunya peranan swasta dan investor dari luar negeri itu penting untuk membangun, tetapi masih ada ketidakmengertian dari parlemen atau pengamat," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (11/2/2016).
Dia mengatakan belanja pemerintah menjadi salah satu tulang punggung pembangunan dalam pertumbuhan ekonomi. Namun, dia menilai masih ada pihak-pihak yang menilai government spending sebagai sebuah pemborosan.
"Padahal uang yang disalurkan [pemerintah] melalui BUMN untuk pembangunan infrastruktur itu memiliki multiplier effect 8 berbanding 1 misalnya, tetapi banyak sekali yang dianggap sebagai pemborosan," tambahnya.
Di sisi lain, dia pun menanti komitmen pemerintah untuk menggencarkan proyek-proyek berskema kerja sama pemerintah swasta (KPS) dan melaksanakannya dengan konsisten. John mengatakan pihaknya belajar dari pengalamannya terdahulu yang terlibat di proyek Jakarta Monorail, yang dianggap sebagai kegagalan proyek KPS.
Menurutnya, kegagalan proyek Jakarta Monorail itu disebabkan oleh ketidakjelasan di ranah hukum. Lebih lanjut dia mengatakan, kontrak konsesi proyek itu telah diteken sejak 2004, tetapi kemudian terbentur oleh Peraturan Presiden Nomor 76 yang diterbitkan setahun kemudian, tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
"Ketidakjelasan di ranah hukum itulah yang membuat konsesi itu mau dijalankan susah, tidak dijalankan juga menjadi sebuah wanprestasi bagi pemerintah," ujarnya.
Pihaknya kemudian bersikap lebih hati-hati dalam terlibat proyek-proyek KPS. Meski demikian, kegagalan proyek Jakarta Monoral tak menyurutkan minatnya untuk berinvestasi di tanah air. Sejauh ini, dia mengatakan tengah melakukan penjajakan untuk terlibat di beberapa proyek pelabuhan dan terminal penyimpanan. Namun, dia enggan merinci proyek-proyek mana yang dimaksud.
"KIta belajar dari kegagalan tersebut [proyek monorail], apa yang menjadi kendala kita hindari. Tetapi uang yang kita commit untuk monorail tetap kita keluarkan untuk pembangunan di Indonesia kok," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Luky Eko Wuryanto mengakui stigma negatif terhadap investasi asing tersebut memang masih ada. Dia juga menganggap ketidakpastian terhadap proyek berskema KPS juga masih berlangsung hingga kini.
"Ketidakpastian terhadap proyek yang kita gadang-gadang untuk PPP [Public Private Partnership] masih ada, seringkali begitu investornya sampai ke Indonesia, proyeknya sudah tidak bisa bisa PPP, malah APBN," ujarnya.
Perubahan skema itu, ujar dia, merupakan akibat dari kurang matangnya persiapan proyek sebelum ditawarkan kepada investor. Untuk mengubah hal tersebut, dia menilai penting bagi pemerintah untuk mematangkan
persiapan proyek, dan mempertimbangkan secara matang skema pendanaannya.
"Sebaiknya jangan terlalu cepat menjual proyek PPP, tetapi kalau memang sudah ditawarkan sebagai PPP, jangan diubah [skema pendanaannya] lagi," tambahnya.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Sofyan Djalil menilai pro dan kontra investasi asing merupakan hal yang wajar dalam demokrasi. Meskipun demikian, dia mengakui peranan swasta sangat dibutuhkan dalam pembangunan. "Diskusi, pro dan kontra di non-stakeholders tidak bisa kita hindari, ini negara demokrasi," ujarnya.
Dia pun mengajak masyarakat untuk berpikir jauh ke depan sebelum terlibat polemik yang lebih jauh tentang proyek infrastruktur. Proyek pembangunan kereta cepat Jakarta--Bandung, ujar dia, saat ini menuai perdebatan yang cukup hangat di masyarakat, tetapi pihaknya meyakini dalam jangka waktu puluhan tahun mendatang, proyek ini akan terasa manfaatnya bagi masyarakat.