Bisnis.com, SURABAYA—Aksi pemutusan hubungan kerja atau PHK yang terjadi belakangan ini dinilai serikat pekerja perlu dicermati lebih jeli karena pelakunya perusahaan padat modal.
Said Iqbal, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), mengatakan PHK yang dilakukan perusahaan yang berorientasi kepada mesin alias teknologi harus ditelaah lebih lanjut karena bisa mempengaruhi sumbangsih sektor manufaktur terhadap PDB.
Dia menjelaskan, sektor padat karya merujuk kepada industri yang produksinya didominasi pekerja bukan mesin. Manakala terjadi PHK lazimnya yang berkurang hanya jumlah tenaga kerja tetapi investasi tidak ikut surut, karena PHK biasanya dilatari persoalan upah.
“Padat karya, buruh lebih banyak daripada modal. Makanya paling terasa PHK-nya di jumlah buruhnya tetapi tidak mengganggu PDB,” ucapnya kepada Bisnis, Kamis (11/2/2016).
Namun ketika yang melakukan aksi PHK adalah sektor padat modal konteksnya menjadi berbeda. Kalau perusahaan-perusahaan seperti elektronika, otomotif dan lain-lain sampai melakukan PHK, imbuh Said, dapat diartikan ada pengurangan modal besar-besaran.
“Perusahaan padat modal efeknya ke PDB karena modal out-nya besar,” katanya.
Penutupan pabrik dan PHK yang dilakukan sejumlah perusahaan padat modal, seperti Panasonic, Toshiba, dan Ford, lebih disebabkan turunnya daya beli masyarakat. Dengan begini, PHK di sektor padat modal jadi krusial karena menyangkut investasi yang hilang dari Indonesia.
Said yang juga menjabat Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berpendapat turunnya daya beli masyarakat sebetulnya tidak bisa menjadi topik tersendiri. Hal ini kembali terkait dengan persoalan upah atau lebih tepatnya upah yang dinilai murah.
Oleh karena itu, serikat pekerja menginginkan pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015 tentang Pengupahan. Beleid ini dinilai tidak mampu menghindarkan Indonesia dari PHK massal.
“PP ini katanya untuk cegah PHK, buktinya padat modal tetap melakukan PHK,” ucap Said.
Serikat pekerja menuntut agar PHK dihentikan lantas diupayakan peningkatan daya beli pekerja dengan perbaikan upah. Selain ini jga diinginkan agar PP 78/2015 tersebut dihapuskan. Selanjutnya penetapan upah dilakukan secara tripartit.