Bisnis.com, JAKARTA-- Praktisi kepelabuhan dan pengusaha logistik menyambut positif persiapan pusat konsolidasi barang terpadu atau container freight station (CFS) karena membantu kinerja arus ekspor dan impor.
Praktisi Kepelabuhan Supply Chain Indonesia Anang Hidayat mengatakan, rencana pengoperasian konsolidasi kargo adalah salah satu usulan lampau yang belum dieksekusi.
Selama ini yang ada baru area konsolidasi untuk barang ekspor, barang impor belum ada, dan itu pun berada di kawasan berikat atau gudang berikat, kata Anang kepada Bisnis, Kamis (4/2).
Anang menyebut selama ini konsolidasi kargo yang ada di Pelabuhan Tanjung Priok memang belum berbentuk kawasan, hanya berupa tempat penimbunan sementara. Padahal di negara lain sudah pusat konsolidasi sudah dibentuk.
Sekarang yang perlu di approach adalah kawasan dari tempat lain di luar free trade zona untuk menjadi area konsolidasi kargo, karena layanan ini menjadi kebutuhan dari banyak pemangku kepentingan di pelabuhan, jelasnya.
Menurut Anang, kondisi pembangunan CFS ini juga harus jelas penanggung jawabnya, yakni operator, regulator. Selama ini yang bisa menjadi penanggung jawab CFS adalah operator pelabuhan, namun lahan yang ada dikuasai oleh Otoritas Kepelabuhan. Oleh sebab itu perlu ada kejelasan siapa yang bertugas sebagai penanggungjawab dan pemberi izin atau regulator.
Jangan sampai ada diskriminasi perusahaan tertentu saja yang bisa berinvestasi dalam CFS ini. Saran saya harus lebih transparan terhadap pihak lain, tandasnya.
Anang optimistis CFS akan mengifisiensikan proses kerja barang ekspor dan impor di pelabuhan.