Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia meminta pemerintah memperketat pengawasan ekspor komoditas tambang, seiring dengan masih terjadi ekspor mineral mentah ilegal.
Jonatan Handojo, Ketua Harian Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), mengatakan terjadinya praktik ekspor ilegal, seiring dengan banyaknya smelter di China yang tidak beroperasi setelah Indonesia melarang ekspor mineral mentah.
“Kami dapat informasi saat ini ada 10 kontainer berisi mineral Zircon dengan rincian tujuh berisi rutile dan tiga unit berisi zircon magnet dengan kandungan dibawah 64% yang secara aturan dilarang ekspor telah masuk ke Tanjung Priok untuk dikirim ke China,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (4/2/2016).
Menurutnya, koordinasi sejumlah lembaga seperti Sucofindo selaku perusahaan inspeksi dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus ditingkatkan guna menghentikan praktik ekspor ilegal mineral mentah. Selain itu, pemahaman Ditjen Bea & Cukai terhadap jenis-jenis komoditas tambang olahan harus ditingkatkan.
Saat ini, lanjutnya, sejumlah smelter Tanah Air yang tidak memiliki tambang sendiri tengah kesulitan bahan baku, seiring dengan berhentinya aktivitas pertambangan akibat pelemahan harga komoditas dunia.
Selain memperketat pengawasan ekspor mineral mentah, lanjutnya, pemerintah juga harus mewaspadai permintaan sejumlah pihak untuk izin ekspor konsentrat. Pasalnya, sejumlah konsentrat yang dihasilkan hanya melalui proses pencucian tanpa pengolahan.
“Zircon itu dicuci sedikit sudah seperti konsentrat, tetapi kandungannya tetap tidak sesuai ketentuan. Selain itu, saat ini sejumlah pihak meminta ekspor konsentrat pasir besi. Pasir besi Indonesia sangat diminati China untuk diambil titanium dan besinya,” tuturnya.
Terkait upaya ekspor mineral mentah ini, lanjutnya, AP3I telah melaporkan kepada Kementerian ESDM serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Praktik ekspor ilegal ini dapat mematahkan semangat hilirisasi yang dilakukan oleh perusahaan smelter Tanah Air.
Sebelumnya, AP3I juga melaporkan larangan ekspor mineral mentah yang berlaku sejak Januari 2014 tidak menghentikan ekspor komoditas mentah terutama nickel ore ke China hingga 2015. Hal ini tercermin dari data resmi pemerintah China yang menyebutkan impor nickel ore dari Indonesia pada Januari-September 2015 mencapai 174.110 ton.
Data pemerintah China menunjukkan total impor nickel ore periode Januari-September 2015 mencapai 27 juta ton dengan eksportir terbesar Filipina mencapai 26 juta ton kemudian diikuti Australia sebesar 174.589 ton dan Indonesia.
Dalam periode yang sama, impor refined nickel dan nickel alloy China mencapai 205.594 ton yang didatangkan terbesar dari Rusia dengan 129.179 ton, Canada 20.107 ton, Jepang 11.097 ton sementara dari Indonesia hanya 320 ton.
Adapun pada periode ini Indonesia menjadi eksportir feronikel terbesar ke China dengan jumlah 136.397 ton, jauh lebih tinggi dari New Caledonia 77.817 ton, Jepang 58.952 ton, Myanmar 58.621 ton dan negara lainnya.
Ekspor mineral mentah, utamanya bijih nikel juga dikonfirmasi oleh data milik Badan Pusat Statistik Indonesia. Sepanjang 2014 BPS mencatat ekspor bijih nikel asal Indonesia masuk ke empat negara.
Negara tersebut a.l Jepang dengan volume 80.524 ton, China 3,9 juta ton, Australia 51.170 ton dan Yunani 38.532 ton. Melalui ekspor bijih nikel yang mencapai total 4,1 juta ton ini, Indonesia mendapatkan US$85,91 juta.