Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ChemChina Akuisisi Syngenta: Kejar Merek Barat, Kuasai Dunia

Di bawah kendali Ren Jianxin, ChemChina menunjukkan pergerakan paling agresif. China dorong BUMN mengembangkan perusahaan dan teknologi untuk memproduksi barang bermutu tinggi.
ChemChina. /Bisnis.com
ChemChina. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Tak banyak yang menyorot aksinya korporasinya, tak banyak pula yang menganggap BUMN ini sebagai aset potensial. Namun, perlahan tapi pasti ChemChina membuktikan ekspansinya merupakan aksi yang paling strategis dan bernilai dari perusahaan China sepanjang abad ini.

Maklum, jika kita membicarakan tentang perusahaan paling fenomenal di China selama satu dekade ini, mungkin kita akan langsung tertuju ke Alibaba atau Dalian Wanda Group Co. Pasalnya, kedua perusahaan yang dikendalikan oleh Jack Ma dan Wang Jianlin ini, aksi korporasinya memang cukup sering muncul di berbagai media massa.

Namun, siapa sangka ChemChina di bawah kendali Ren Jianxin, justru memiliki pergerakan paling agresif di Negeri Panda itu dalam hal aksi korporasi. Pelan tetapi pasti, BUMN yang awalnya bernama Bluestar Company dan bergerak sebagai penyedia bahan pembersih alat rumah tangga ini, terus bertransformasi.

Bermodal pinjaman 10.000 yuan saat mendirikan perusahaan pada 1984, dan mendapat dukungan pemerintah serta Partai Komunis China, ChemChin dan Ren berhasil melakukan 100 kali proses akuisisi dan merger. Total asetnya per 14 Januari 2016, pun telah mencapai US$43,854 miliar.

Sejumlah pengamat mengatakan, ekspansi ke Barat dan memanfaatkan nama besar perusahaan di Eropa melalui aksi akuisisi, menjadi strategi paling brilian yang pernah dimiliki oleh perusahaan asal Beijing ini.

"Ren dan ChemChin berpikir, sesuatu harus diubah agar perusahaan China memiliki strategi bisnis yang berkelanjutan. Perubahan itu adalah dengan memiliki merek-merek negara Barat," kata Pang Guanglian, Wakil Sekretaris Jenderal China Petroleum dan Chemical Industry Federation.

Terakhir, proses akuisisi yang panjang dan dramatis dilakukan oleh ChemChina atas raksasa perusahaan kimia pertanian asal Swiss, Syngenta. Mahar senilai US$43 miliar, berhasil membuat Syngenta rela bergabung di bawah panji perusahaan China ini, setelah beberapa kali menolak tawaran ChemChina sepanjang tahun lalu.

Beberapa kalangan mengindikasikan, Syngenta menerima tawaran ChemChina karena tak ingin perusahaan ini diambil alih oleh Monsanto, rival abadinya asal Amerika Serikat. Seperti diketahui, Monsanto telah berkali-kali melayangkan tawaran kepada Syngenta.

Terakhir perusahaan yang berbasis di Missouri ini melayangkan tawaran mencapai 470 franc per lembar saham. Namun, tawaran itu ditolak mentah-mentah. Penolakan tersebut pun mendapat kecaman dari para investor, terlebih laba perusahaan selama 2015 terus tergerus akibat lemahnya harga komoditas dunia.

Syngenta mencatatkan laba bersih 2015 sebesar US$1,3 miliar, turun 17% dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya. Melihat kondisi tersebut, pada November 2015, ChemChina melayangkan penawaran 449 franc per lembar saham secara tunai, akan tetapi tawaran tersebut ditahan oleh Syngenta.

Bersamaan dengan kabar mergernya Dow Chemical Co. dan DuPont Co. pada Desember 2015, ChemChina pun meningkatkan penawarannya, menjadi 470 franc per lembar saham. Setelah melalui beragam negosiasi, Syngenta sepakat untuk menerima tawaran akuisisi  dari ChemChina senilai US$43 miliar. Aksi korporasi tersebut pun menjadi yang terbesar dan rekor tersendiri bagi perusahaan-perusahaan asal China.

“Transaksi ini sangat memuaskan para pemegang saham. Di sisi lain, kesepakatan ini akan membuat penetrasi Syngenta ke China terbuka. Begitupula sebaliknya bagi ChemChina di Eropa,” kata perwakilan Syngenta dalam keterangan resminya.

Melawan Arus

Sebagai perusahaan BUMN, dan dikendalikan oleh Ren yang notabene anggota Partai Komunis China, aksi ChemChina yang cenderung berkiblat bisnis ke Barat mendapat sejumlah cibiran.

Sebelum melakukan aksi korporasi ke Syngenta, perusahaan ini bahkan telah mengajukan penawaran kepada pembuat ban asal Italia, Pirelli & C. SpA senilai US$8 juta pada Maret 2015. Perusahaan ini pun mendapatkan kesepakatan atas pembuat ban mobil Ferrari, Bentleys dan Formula 1.

Kesepakatan tersebut pun mendapat dukungan dari Pemerintah China. Pasalnya kebijakan tersebut sejalan dengan ambisi Presiden China Xi Jinping.

BUMN China memang didorong untuk mengembangkan perusahaan dan teknologi yang akan membantu China memproduksi barang yang bernilai lebih tinggi.

Bagi Ren, langkah tersebut dapat dilakukan apabila China mau berekspansi dan bekerjasama dengan perusahaan dari Eropa atau AS. Dia pun berpendapat, ekspansi ke Barat adalah sebuah pengejawantahan instruksi Jinping untuk melawan kelesuan ekonomi domestik dan runtuhnya dinasti industri China.

"Untuk perbaikan ekonomi Cina, tentu kita perlu sebuah perbaikan dan reformasi dari sisi perusahaan China sendiri," kata Ren dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada 2014.

Sepanjang 2015, nilai utang ChemChina telah mencapai US$2,4 miliar dan mencatatkan kerugian hingga 889,3 juta yuan pada kuartal III/2015. Namun, fakta tersebut tak lantas membuat pemerintah China mengurangi dukungan kepada perusahaan dan Ren sebagai nahkoda, dalam berekspansi ke Barat.

Tyler Rooker, asisten profesor di University of Nottingham mengatakan, Xi Jinping melihat adanya potensi besar di balik kerugian dan aksi korporasi ChemChina ini. “Aksi perusahaan ini akan membukakan jalur bagi transfer teknologi ke dalam negeri dan menambah daya saing perusahaan domestik secara global,” katanya.

Selain itu, Pemerintah China memiliki tujuan tersendiri di balik proses akuisisi Syngenta. Kemampuan perusahaan yang berbasis di Basel dalam memproduksi pupuk, varietas benih dan bahan kimia penunjang pertanian, berpotensi mengamankan produksi sektor pertanian domestik.

Jinping sempat menyinggung, perubahan di sektor pertanian merupakan hal yang mendesak dilakukan. Paparan kimia hasil  limbah industri ke lahan pertanian, berpotensi mengurangi produktifitas petani dalam menghasilkan bahan makanan.

Tak ayal, meskipun tampak melawan arus dan harus terlibat kerjasama bisnis dengan perusahaan raksasa asal Eropa, pemerintah China pun tetap mendukung aksi korporasi ChemChina tersebut. (Bloomberg/Reuters)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper