Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perusahaan Multinasional: OECD Perangi Praktik Kecurangan Pajak

Kerja sama pertukaran informasi akan membuka indikator kunci perusahaan multinasional.
Tahun ini, OECD memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 3,6% lebih tinggi dari prediksi tahun lalu 2%.  /OECD
Tahun ini, OECD memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 3,6% lebih tinggi dari prediksi tahun lalu 2%. /OECD

Bisnis.com, PARIS—Para pejabat dari 31 negara akhirnya menyepakati kerja sama pertukaran dan keterbukaan informasi pajak guna menanggulangi praktik kecurangan pajak yang dilakukan beberapa perusahaan multinasional.

Sekertaris Jenderal Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)Angel Gurria mengatakan, perjanjian Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) ini  akan membuka secara otomatis, proses pertukaran informasi pajak antarnegara.

Perjanjian yang ditandatangani di Paris, Perancis (Rabu, 27/1) oleh 31 pejabat dari 31 negara yang telah menyepakati kerja sama ini, akan menjadi titik awal pelaksanaan Proyek OECD / G20 Basic Erotions and Profit Shifting (BEPS) yang telah dibahas dalam pertemuan G20 di Antalya, Turki akhir tahun lalu.

"Kerja sama ini akan memberikan dampak langsung dalam meningkatkan kerjasama internasional tentang isu-isu pajak, serta meningkatkan transparansi operasi perusahaan multinasional," kata Gurria.

Dia menambahkan melalui perjanjian multilateral ini, informasi pajak akan dipertukarkan antara otoritas perpajakan tiap negara anggota. Nantinya, kerja sama ini akan memberikan setiap negara, gambaran global serta indikator kunci dari bisnis perusahaan multinasional.

“Program ini sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa perusahaan membayar pajak secara adil dan tertib, serta mematuhi aturan dalam BEPS," lanjutnya.

MCAA ditargetkan memberikan kemudahan bagi negara-negara anggota  untuk mengimplementasi secara cepat dan konsisten dalam menyusun standar pelaporan transfer pricing yang baru. Susunan standar pelaporan transfer pricing secara internasional saat ini telah dimasukkan dalam 13 Rencana Aksi BEPS (Action 13 of the BEPS Action Plan).

Nantinya, otoritas pajak tiap negara akan memperoleh pemahaman lengkap tentang cara perusahaan multinasional menjalankan struktur operasi mereka. Namun demikian, setiap negara juga dituntut untuk menjaga kerahasiaan informasi struktur operasi perusahaan multinasional.

Program ini recananya akan mengikat sekaligus mengatur perusahaan multinasional untuk membayar pajak sesuai dengan nilai keuntungan dan transaksi yang dilakukan di negara bersangkutan.

Bagi negara berkembang, program ini diyakini memberi efek positif yang besar. Pasalnya, hingga saat ini negara berkembang masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap pajak penghasilan badan, terutama dari perusahaan multinasional.

Negara anggota menyepakati, program kerjasama ini akan dimulai pada 2016, yang nantinya akan menjadi bahan acuan pemungutan perpajakan pada 2017-2018. Hingga saat ini, 31 negara yang telah menyepakati kerja sama ini a.l. Australia, Austria, Belga, Chile, Kosta Rika, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Jepang, Liechtenstein, Luksemburg, Malaysia, Meksiko, Belanda, Nigeria, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss dan Inggris.

Saat ini, kawasan yang tengah gencar memberlakukan tarif dan aturan pajak baru bagi perusahaan multinasional adalah Uni Eropa. Hingga kini, sejumlah perusahaan raksasa seperti Google, Apple dan Amazon diduga telah melakukan siasat untuk mengurangi tagihan pajak mereka di kawasan Eropa. Google dan Apple bahkan telah diminta untuk membayar sejumlah utang tagihan pajak mereka selama beberapa tahun terakhir.

Perusahaan Multinasional: OECD Perangi Praktik Kecurangan Pajak

Penggelapan Pajak

Komisaris Urusan Ekonomi dan Pajak  Uni Eropa Pierre Moscovici mengatakan, pihaknya telah menyusun proposal untuk mengekang perusahaan multinasional melakukan penggelapan pajak. Mengacu pada BEPS, proposal ini rencananya akan disahkan pada Juni 2016, dan akan dipraktikan

“Perusahaan seharusnya tidak bisa lolos dengan membayar pajak yang sangat rendah  atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali  di negara-negara di mana mereka mendapatkan keuntungan,” ujarnya. 

Moscovoci mengatakan Uni Eropa saat ini telah mengalami kerugian  sebanyak 70 miliar euro dari sektor perpajakan akibat kecurangan sejumlah multinasional tersebut.

Sementara itu, berdasarkan data OECD yang dirilis pada 3 Desember 2015, pendapatan negara-negara anggota OECD dari pajak perusahaan telah mengalami kejatuhan yang cukup dalam sejak krisis ekonomi global melanda. Hal ini menempatkan tekanan lebih besar pada wajib pajak orang pribadi demi mencukupi anggaran beanja pemerintah.

Rata-rata perolehan negara anggota OECD dari pajak pendapatan dan keuntungan perusahaan turun dari 3,6% menjadi 2,8%  terhadap produk domestik bruto (PDB) selama 2007-2014. Sementara itu pendapatan dari pajak individu tumbuh dari 8,8% menjadi 8,9% dan pendapatan PPN tumbuh dari 6,5% menjadi 6,8% dibandingkan periode yang sama.

"Sepanjang 2007-2014, perusahaan terus mencari cara untuk membayar pajak lebih sedikit, sementara itu individu harus menerima tagihan pajak mereka terus meningkat dari tahun ke tahun," kata Pascal Saint-Amans, Direktur Pusat Kebijakan Pajak dan Administrasi OECD.

Pascal mengatakan beban pajak rata-rata di negara-negara OECD sebenarnya meningkat menjadi 34,4% dari produk domestik bruto PDB pada 2014. Kenaikan 0,2% pada 2014 melanjutkan tren  peningkatan beban pajak rata-rata setiap tahun sejak 2009.

Pada saat itu, beban pajak rata-rata negara anggota mencapai 32,7%. Beban pajak diukur dengan mengambil pendapatan pajak total yang diterima sebagai persentase dari PDB. 

Tahun ini, OECD memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 3,6% lebih tinggi dari prediksi tahun lalu 2%. Meski demikian, masalah tahun lalu diperkirakan masih menghantui 2016 seperti perlambatan ekonomi China, kebijakan Federal Reserve, dan pelemahan harga komoditas.

Selain itu, dunia usaha juga harus mengatasi perubahan struktur perdagangan dunia yang mengalami penurunan cukup tajam pada tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Jumat (29/1/2016)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper