Bisnis.com, BANDUNG - Kalangan petani tembakau di Jawa Barat mendorong pemerintah untuk memacu diversifikasi usaha, baik secara horizontal maupun vertikal.
Penasihat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jabar Iyus Supriatna mengatakan saat ini baru sebagian kecil petani tembakau yang mampu mendiversifikasi usaha di tengah ketidakpastian akibat ratifikasi tembakau.
"Kondisi pertembakauan Jabar saat ini sudah waktunya diversifikasi usaha agar saat ratifikasi diberlakukan petani tidak merugi," katanya kepada Bisnis, Rabu (27/1/2016).
Diversifikasi usaha tembakau secara horizontal yang bisa dilakukan petani di antaranya dengan mengganti komoditas tanam yang sesuai dengan lahan pertembakauan seperti kedelai dan jagung.
Adapun, secara vertikal dengan mengembangkan pohon yang tidak hanya terfokus pada pasokan bahan baku rokok, tetapi juga untuk industri pestisida nabati dan industri kimia lainnya.
"Pemerintah perlu memfasilitasi diversifikasi usaha ini. Apalagi saat ini pasar bebas Asean yang sudah diberlakukan," tegasnya.
Dia mengungkapkan produktivitas tembakau saat ini relatif rendah harus bisa kembali ditingkatkan dari rata-rata 860 kg/ha menjadi 1.000 kg/ha, yakni dengan menanam tembakau unggul seperti jenis Virginia dan Burley.
Selain itu, perlu ditunjang dengan penerapan kultur teknis pemeliharaan yang baik, agar petani tembakau berdaya saing.
Menurutnya, pemerintah harus melihat negara kompetitor yang semakin agresif produksinya sehingga saat ini tembakau impor sudah banyak membanjiri pasar dalam negeri.
"Jadi diversifikasi usaha tadi menjadi solusi baik guna meningkatkan daya saing maupun pengembangan komoditas untuk menyikapi ratifikasi," ujarnya.
Ketua APTI Jabar Suryana menambahkan impor tembakau saat ini hampir menembus 150.000 ton per tahun tidak membuat petani khawatir.
Dia beralasan apabila tingkat keberhasilan produksi tembakau lokal yang mampu diserap industri hanya mencapai 41%.
Dia mengaku yang lebih penting impor tembakau jangan sampai merusak tatanan harga tembakau lokal yang sudah dianggap sesuai dengan produksi petani.
"Untuk mengatasi impor yang deras petani sekarangi lebih memilih mengurangi produksi daripada mengurangi lahan," ujarnya.
Sementara itu, Dinas Perkebunan Jabar mengembangkan sistem pengelolaan informasi tembakau guna mengetahui produksi yang ada di masyarakat.