Bisnis.com, JAKARTA – Menyusul penurunan harga minyak dunia yang terus terjadi, jajaran pengurus Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit diminta mengevaluasi kebijakan penyaluran subsidi yang disalurkan untuk industri biodiesel.
Pasalnya, saat ini harga minyak dunia bahkan tak mencapai USS30 per barel sehingga subsidi yang disalurkan akan membengkak. Di sisi lain, BPDP Kelapa Sawit pun memiliki tugas yang tak kalah penting yaitu melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit (replanting) dan mengembangkan riset sektor tersebut.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Joko Supriyono menyampaikan pemerintah perlu secara cermat mengevaluasi secara menyeluruh arah kebijakan industri biodiesel nasional di tengah pelemahan harga minyak dunia.
“Pelemahan minyak dunia ini implikasinya sangat besar terhadap angka subsidi. Saya piker ini perlu dievaluasi kebijakannya,” ungkap Joko dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/1).
Ekonom Pertanian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin sebelumnya mengatakan dengan tingkat harga minyak dunia di level rendah, maka penyaluran subsidi untuk industri biodiesel tidak lagi profitable.
“Kalau harga minyak dunia di kisaran USS30 per barel seperti saat ini, menurut saya ini jadi tidak profitable lagi. Jangan sampai kebijakan pemberian subsidi ini menjadi insentif yang salah,” ujar Bustanul awal pekan ini.
Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan mengatakan kebijakan penyaluran biodiesel memang harus kembali ditelaah. Apalagi, tahun ini Iran akan kembali mengekspor minyaknya sehingga harga minyak dunia diyakini kian tergerus.
“Pertanyaannya, apakah BPDP memiliki dana untuk bisa menyubsidi seluruh B20 itu? Kebutuhannya Rp18-Rp19 triliun. Kalau minyak bumi harganya rendah terus, dana BPDP nanti tidak sustain lagi,” ungkap Fadhil.