Bisnis.com, JAKARTA—PT Jakarta Toll Road Development (JTD) masih menunggu kesiapan lahan untuk memulai konstruksi Tol Dalam Kota Tahap I Semanan-Sunter-Pulogebang sepanjang 20,23 km. Padahal, ruas ini menjadi prioritas dalam rencana pembangunan 6 ruas tol dalam kota, dan ditargetkan dapat beroperasi sebelum pelaksanaan Asian Games XVIII pada 2018.
Direktur Utama PT Jakarta Toll Road Development Frans Sunito mengatakan pihaknya masih melakukan persiapan berupa desain konstruksi dan belum bisa membangun tol tersebut. Menurutnya, pelaksanaan konstruksi sangat tergantung pada ketersediaan tanah yang bisa dibebaskan pemerintah pada tahun depan.
“Paling tidak lahan yang bebas dalam satu seksi, dari gate to gate itu lengkap, misalnya Semanan-Grogol, atau Grogol-Sunter, sehingga bisa dioperasikan secepat mungkin. Kalau tanahnya tidak lengkap ya repot juga,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (21/12/2015).
Ketersediaan lahan, ujar dia, juga menjadi salah satu pertimbangan perbankan dalam memberikan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan pendanaan tol ini. Menurutnya, kebutuhan investasi untuk tahap I ini mencakup Rp17,13 triliun. Jumlah tersebut akan dipenuhi melalui ekuitas perusahaan mencapai Rp 4,5 triliun hingga Rp5 triliun, dan sisanya pinjaman perbankan.
Dia memahami terbatasnya anggaran menjadi salah satu kendala dalam pengadaan lahan oleh pemerintah. Namun, dia menilai meskipun tersendat, mekanisme pembebasan lahan yang dilakukan pemerintah sesuai dengan UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum berjalan lebih efektif ketimbang mekanisme terdahulu, di mana lahan menjadi tanggung jawab investor.
Pemerintah, ujar dia, lebih memiliki kendali atas pembebasan lahan di lapangan. Pasalnya, masalah pengadaan tanah sangat kompleks, mencakup harga yang tergantung dengan lokasi proyek, belum lagi masalah sosial dengan warga.
Meski demikian, dia mengaku terbuka terhadap opsi melakukan pembebasan lahan dengan menggunakan dana investasi. Namun, untuk mengambil langkah tersebut pihaknya memerlukan kepastian terhadap investasi dan risiko yang harus diambil.
“Kita melihat itu sebagai opsi, tetapi tentu harus mempertimbangkan risiko finansial bagi swasta, apakah aman untuk investasi atau tidak. Bagaimana nanti kalau harga tanahnya melebihi yang diperkirakan, semuanya harus jelas,” tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah tengah mematangkan revisi Peraturan Menteri ATR/ Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Saat ini proses revisi masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
Beleid tersebut akan mengatur dua skema keterlibatan swasta dalam pembebasan lahan. Alternatif pertama, dana pembebasan lahan ditalangi oleh swasta untuk diganti oleh pemerintah di kemudian hari, sedangkan alternatif kedua, dana pengadaan lahan bisa dihitung sebagai bagian dari investasi swasta dalam proyek infrastruktur yang dimaksud.