Bisnis.com, JAKARTA—Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia menilai kinerja pertumbuhan sektoral yang menjadi tumpuan pertumbuhan industri non migas sepanjang 2015 ditopang oleh belanja pemerintah pada bidang kesehatan.
Darodjatun Sanusi, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi), mengatakan pertumbuhan industri farmasi saat ini masih jauh dari potensi sebenarnya, mengingat belum baiknya struktur industri ini.
“Kita masih ketergantungan impor bahan baku. Oleh karena itu kami minta pemerintah membuka 100% investasi asing pada industri bahan baku farmasi, selama ini hanya 85%,” tuturnya kepada Bisnis.com.
Selain itu, pemerintah harus menjamin produk yang dihasilkan oleh industri bahan baku dalam negeri digunakan dalam program jaminan kesehatan nasional. Tidak adanya kepastian ini menyebabkan investor enggan mendirikan industri hulu di Indonesia.
Pertumbuhan yang jauh dari potensi sebenarnya, ujarnya, juga terlihat dari pasar farmasi Indonesia di kancah Asean yang hanya 27%, padahal, dengan populasi terbesar, Indonesia menggenggam 43% pasar regional.
Oleh karena itu, lanjutnya, industri farmasi yang dikategorikan sebagai industri strategis nasional membutuhkan sejumlah insentif guna menarik minat investasi produsen hulu dari China, India atau Amerika Serikat.
“Jika pemerintah menjamin produk dari industri bahan baku dapat diserap program JKN, ini sudah sebuah insentif. Pasalnya, investasi di Indonesia sangat besar, berisiko, kurang teknologi dan SDM. Kita harus buka investasi asing 100%,” tuturnya.