Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Feed In Tarif Panas Bumi Disambut Positif

Rencana pemerintah menerapkan skema feed in tarif dalam pembelian hasil panas bumi disambut positif.

Bisnis.com, BANDUNG--Rencana pemerintah menerapkan skema feed  in tarif dalam pembelian hasil panas bumi disambut positif.

Skema ini dianggap sebagai solusi dari mandeknya pembangunan panas bumi di Indonesi yang terkendala soal harga beli oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) selama ini.

Ketua Asosiasi Pengusaha Geothermal Abadi Purnomo mengatakan dengan skema ini seluruh resiko sudah dihitung sehingga penentuan tarif akan berdasarkan kapasitas terpasang.  

"Jadi tarif ini nanti harus bisa diterima kedua belah pihak, PLN dan pengusaha," katanya usai Diskusi Dewan Energi Nasional bertema "Percepatan Pengembangan Panas Bumi Dalam Rangka Menunjang Target Pencapaian Bauran Energi 2025" di Bandung, Kamis (17/12).

Dengan penerapan ini, maka target 7,1 giga watt pada 2025 tinggal dilihat tarifnya oleh pengusaha apakah akan terus mengembangkan titik panas bumi atau tidak. PLN juga harus menerima karena ini termasuk penugasan dari negara. "Jadi [feed  in tarif] ini jalan keluar," katanya.

Selama ini PLN tidak bisa membeli panas bumi dengan harga baik karena ada sejumlah persoalan dari mulai regulasi UU BUMN yang mengharuskan korporasi menghasilkan laba, selain itu ada performace based dimana PLN harus melakukan sejumlah efisiensi.
"Artinya kalau PLN mau membeli PPP di atas Rp1200, itu akan jadi pertanyaan kenapa beli barang mahal?"

Sementara jika PLN membeli batubara yang murah, saat ini lembaga pendanaan dari luar kecuali China sudah enggan membiayai.
"Power plant dari batubara sudah stop di luar, China juga sudah menghentikan karen pencemarannya sudah parah," katanya.

Abadi mengakui di sisi pengusaha jika pemenuhan kapasitas panas bumi hingga 7,1 gigawatt  bukan hal mudah karena Indonesia memiliki sejumlah kendala dibanding negara lain.

Dari sisi lokasi saja keberadaan titik panas bumi memiliki dukungan infrastruktur. "Pengusaha harus bangun jalan dulu, itu biayanya luar biasa," katanya.

Karena itu jika skema feed  in tarif ini segera diberlakukan mulai 2016 mendatang maka perkara negoisasi antara pengusaha dan PLN yang kerap sulit mendapat jalan keluar tidak akan terjadi.
"Pemerintah harus hadir dalam Perpres mengenai tarif ini, Insyaallah ini bisa mengakselerasi pengembangan panas bumi," ujarnya.

Anggota Unsur Pemangku Kepentingan Dewan Energi Nasional Andang Bachtiar menilai skema ini bisa menunjukan keberpihakan yang jelas pemerintah terhadap pengembangan energi terbarukan.

"Sehingga perkara harga itu memang harus jelas, ini selalu masalah tarif antara BUMN dengan pengusaha, BUMN dengan BUMN. Ini memang tidak bisa bisnis ke bisnis," paparnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper