Bisnis.com, JAKARTA-- Kalangan insinyur menilai Indonesia masih belum memiliki daya saing yang mumpuni untuk masuk ke dalam pasar bebas Asean yang akan diberlakukan mulai Januari mendatang. Untuk itu, perlu strategi khusus agar pasar dalam negeri tetap dapat dipertahankan.
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Booby Gafur Umar mengatakan, saat ini hanya sekitar 31% produk industri Indonesia yang memiliki daya saing di pasar Asean.
Beberapa bidang yang harus sungguh-sungguh dipacu dan mendapat prioritas utama, menurutnya, adalah sektor konstruksi, infrastruktur, dan manufaktur. Ketertinggalan ini menurutnya harus disikapi dengan tepat.
“Setidaknya, ini menunjukkan betapa kita sesungguhnya belum berdaya dan masih ‘setengah siap’ menghadapi MEA,” ujar Bobby melalui siaran pers, Sabtu (12/12/2015).
Potensi pasar Indonesia memang adalah yang terbesar di wilayah Asean. Untuk jasa konstruksi, misalnya, peluang pasar Indonesia adalah sekitar US$267 miliar. Hampir pasti negara-negara Asean lain sudah mempersiapkan strategi untuk menyerbu pasar Indonesia.
Untuk itu, segala upaya harus dilakukan, agar produk-produk atau jasa yang dihasilkan Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara ASEAN lain, yang dipastikan akan menyerbu masuk ke pasar Indonesia.
Menurutnya, untuk produk industri yang sudah memiliki daya saing, perlu diterapkan strategi ofensif dengan ekspansi ke pasar regional. Namun, untuk sub sektor yang dinilai belum cukup siap untuk bersaing di pasar refional, harus memilih untuk memaksimalkan pasar domestik.
“Terapkan defensive strategy, perkuat pasar domestik, tapi bukan membangun proteksi,” ujar Bobby.
Di sektor konstruksi, menurutnya Indonesia sudah punya cukup banyak pengalaman dan kemampuan yang lebih. Keterlibatan pelaku industri Indonesia dalam pekerjaan-pekerjaan konstruksi di Timur Tengah, Afrika dan Timor-Leste, dan juga di sejumlah negara ASEAN diyakini Bobby dapat menjadi modal berarti.
Percepatan pembangunan besar-besaran jaringan infrastruktur di segala lini yang kini mulai berjalan harus dikuasai oleh sebesar-besarnya pelaku lokal.
“Ini kan potensi pertumbuhan pasar yang luar biasa besar, karenanya kita tidak boleh lengah. Segenap unsur khususnya pelaku usaha dan pemerintah perlu memastikan sehingga di sektor ini kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” katanya.
Bobby menilai upaya pemerintah dalam menjaring investasi selama setahun terakhir juga mulai membuahkan hasil. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan peningkatan realisasi investasi di beberapa sektor.
Sektor hilir sumber daya mineral, naik signifikan sebesar 66,8 persen, sementara di sektor industri yang berorientasi ekspor juga naik sebesar 10,4 persen. Industri substitusi impor naik hampir 16 persen.
“Bagaimana pun, ini menunjukkan arah pemerintah untuk mendorong industri Indonesia agar lebih berdaya saing, sudah mulai terlihat. Seharusnya, peningkatan tersebut menjadi indikasi bahwa Indonesia dapat lebih siap menghadapi MEA dan perjanjian perdagangan lainnya,” katanya.